TEMPO.CO, Jakarta - Eksportir Cina mulai terdampak perang dagang dan berupaya menyesuaikan tarif impor Amerika Serikat sejak diberlakukan pada 6 Juli lalu. Dampak kenaikan tarif yang menargetkan peralatan medis, konstruksi, dan peralatan pabrik produksi Cina itu telah memukul eksportir, yang mengatakan pelanggan Amerika mulai berhenti memberi barang-barang mereka.
Dilaporkan Associated Press, 11 Juli 2018, manajer salah satu eksportir alat medis, yang memproduksi 15-20 persen dari penjualannya ke Amerika Serikat, mengatakan berencana bernegosiasi dengan pelanggan yang berhenti memesan jarum suntik dan peralatan lain.
Baca: Perang Dagang AS - Cina, Yuan Terdepresiasi
Menurut sang manajer, Miao Liping Wuxi, Yushou Medical Devices Co Ltd, dengan tenaga kerja 500 orang, berisiko kehilangan US$ 4,5-6 juta (sekitar Rp 64-86 miliar) dalam pendapatan tahunan.
"Tanpa pesanan baru, saya akan menunda membuat produk. Tidak mudah bagi kami untuk bersaing dengan produk-produk murah di negara lain," kata Miao.
Pengekspor peralatan dapur, penerangan, mainan, hingga perkakas melaporkan penurunan serupa dari pesanan Amerika. Pemerintah berusaha mengecilkan dampak tarif Amerika dan berjanji membalas tarif serupa. Cina akan mencari pemasok lain untuk kedelai dan barang-barang Amerika lain yang terkena tarif.
Beijing akan membalas tindakan Amerika dengan menaikkan tarif atas barang-barang negara tersebut, termasuk kedelai, wiski, dan mobil listrik. Pemerintah tampaknya berusaha meminimalkan biaya ke Cina dengan memilih barang yang tersedia dari Brasil, Rusia, Asia Tenggara, atau pemasok lain.
Pernyataan Kementerian Perdagangan mengumumkan Beijing akan menggunakan pendapatan dari bea impor yang lebih tinggi untuk meringankan dampak pada perusahaan dan karyawan, tapi tidak memberikan rincian. Seperti dilaporkan, para importir akan didorong untuk beralih membeli kedelai dan barang pertanian lain dari negara-negara yang tidak terpengaruh oleh tarif.
Petugas keamanan berjalan di depan kontainer di Yangshan Deep Water Port di Shanghai, Cina, 24 April 2018.[REUTERS / Aly Song]
Amerika membeli sekitar 20 persen dari ekspor Cina, tapi perdagangan telah menyusut sebagai bagian dari ekonomi Cina. Namun dampaknya bisa menyebar karena permintaan dari pabrik Cina untuk komponen dari Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Asia Tenggara merosot.
Baca: Amerika dan Cina Perang Dagang, Rusia Ikut Naikkan Tarif Impor
Eksportir lain, termasuk pembuat panel surya, sudah meningkatkan pemasaran di Asia dan pasar lain. Mereka mencoba menebus hilangnya penjualan Amerika dan Eropa setelah tarif yang lebih tinggi dikenakan atas keluhan yang mereka jual dengan harga yang tidak semestinya.
Pengekspor solar Jiangsu Akcome Science & Technology Co menghasilkan sekitar 15 persen dari penjualannya ke Amerika, sementara Jepang dan Korea Selatan 25-30 persen. Demikian dikatakan manajer umum, Hu Jingnang.
Dalam perang dagang dengan Cina, Presiden Amerika Donald Trump mengklaim bisa meraup untung lebih besar. Trump mengatakan Amerika bisa menjatuhkan tarif pada US$ 500 miliar atau sekitar Rp 7,196 triliun barang-barang impor Cina. Sedangkan Cina memiliki lebih sedikit pendapatan dari tarif yang mengimpor hanya US$ 130 miliar atau sekitar Rp 1,870 triliun barang Amerika dalam neraca perdagangan tahun lalu. Adapun dilansir dari Reuters, Trump kemungkinan akan mempublikasikan daftar tambahan produk Cina senilai US$ 200 miliar atau sekitar Rp 2,878 yang bakal masuk daftar barang yang akan dikenai tarif.
Namun bukan berarti Cina tidak berdaya untuk melawan tarif ini. Cina bisa saja menargetkan perusahaan Amerika sebagai balasan.
Perekonomian Cina yang didominasi negara dan sangat diatur memberikan otoritas untuk mengganggu perusahaan Amerika dengan menahan lisensi atau meluncurkan pajak, anti-monopoli, atau kebijakan lain. Balasan Cina akan menargetkan layanan seperti teknik dan logistik, di mana Amerika Serikat menerima surplus perdagangan.
"Fokus AS adalah pada barang, sementara Cina bisa sangat memperhatikan layanan serta operasional perusahaan AS di Cina," kata Taimur Baig, kepala ekonom untuk DBS Group.
Selain itu, pemerintah bisa menggunakan surat utang pemerintah Amerika US$ 1,2 triliun atau sekitar Rp 17,267 triliun sebagai balasan. Beijing mungkin menderita kerugian jika bisa menjual cukup banyak untuk mempengaruhi biaya pendanaan utang Amerika, tapi penjualan ini sangat diperlukan.
Baca: Perang Dagang AS Cina, Ini Dampaknya Terhadap Ekonomi RI
Yuan Cina merosot terhadap dolar tahun ini, yang mungkin mengharuskan bank sentral campur tangan di pasar mata uang. Untuk mendapatkan dolar yang dibutuhkan, Bank Rakyat Cina mungkin akan menjadi penjual bersih dari obligasi Amerika.
"Menghukum pasar obligasi AS adalah salah satu taktik yang tersedia bagi Cina untuk membalas tarif AS yang tidak sepihak," kata Carl B. Weinberg dari High-Frequency Economics dalam sebuah laporan.
Selain langkah ekonomi, Cina dapat mengajukan tekanan diplomatik untuk mencari dukungan ke sekutu Amerika, yakni Uni Eropa, yang juga marah atas kebijakan "America First" Trump.