TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan pengungsi Rohingya berunjuk rasa di depan delegasi Dewan Keamanan PBB yang mengunjungi kamp pengungsi di Cox' Bazar, Bangladesh, Ahad, 29 April 2018. "Mereka menuntut dikembalikan ke Myanmar dengan jaminan keamanan," tulis Al Jazeera.
Perwakilan dari 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB tiba di kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh, Ahad. Mereka berbicara dengan 700 ribu orang yang menghindar dari aksi pembersihan etnis di Myanmar. Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk mengetahui langsung persoalan di lapangan.
Baca: 9 Temuan PBB Pelanggaran HAM Militer Myanmar atas Rohingya
Imigran Rohingya yang ditemukan terdampar diistirahatkan di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Bireuen, Aceh, 20 April 2018. Sebanyak 76 warga Rohingya menaiki perahu kayu bermesin lima GT untuk mencari suaka. ANTARA/Rahmad
Ketika tiba di kamp pengungsi Kutupalong, Al Jazeera melaporkan, utusan PBB tersebut disambut unjuk rasa ratusan pengungsi. Beberapa di antaranya membawa plakat bertuliskan "Kami ingin keadilan".
"Mereka juga membawa petisi untuk disampaikan kepada PBB melalui perwakilan pengungsi. Salah satu bunyi petisi itu menuntut kehadiran pasukan keamanan internasional di Negara Bagian Rakhine, repatriasi di bawah pengawasan PBB, dan pemulihan hak kewarganegaraan di Myanmar," ujar kantor berita DPA.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Plyansky, menuturkan kepada wartawan, para diplomat tidak akan lari dari krisis ini. Tapi, ucap dia, untuk menemukan solusi bukanlah jalan yang mudah.Keluarga Pertama Pengungsi Rohingya Tiba di MyanmarKeluarga Pertama Pengungsi Rohingya Tiba di Myanmar
Sementara itu, menurut laporan Al Jazeera dari kamp pengungsi, sejumlah perempuan menitikkan air mata ketika bercerita kepada perwakilan PBB mengenai pemerkosaan yang dialami. Mereka juga mengisahkan tentang anggota keluarganya yang hilang di Myanmar.
Baca: PBB Gagal Bujuk Myanmar Terima Kembali Warga Rohingya
Ratusan ribu pengungsi Rohingya mulai tiba di Bangladesh pada Agustus 2017 setelah militer Myanmar melancarkan kekerasan terhadap kaum Rohingya di Negara Bagian Rakhine. Dalam aksinya, militer Myanmar melakukan pemerkosaan, pembunuhan, penyiksaan, dan pembakaran rumah kaum Rohingya. Pada bulan pertama penyerbuan, kata Doctors Without Borders (MSF), sedikitnya 6.700 orang Rohingya—hampir semuanya muslim—tewas dibunuh tentara dan milisi Myanmar.