TEMPO.CO, Jenewa – Perserikatan Bangsa Bangsa menyatakan serangan brutal terhadap etnis Rohingya di negara bagian Rakhine Utara dilakukan secara terorganisir, terkoordinasi dan sistematis.
Baca: Kofi Annan Laporkan Krisis Rohingya ke Dewan Keamanan PBB
Tujuan serangan ini tidak hanya untuk mengusir penduduk Rohingya dari Myanmar namun juga mencegah mereka kembali ke rumah-rumah dan desa mereka.
Baca: Myanmar Akhirnya Beri Bantuan Desa Rohingya yang Terisolir
Ini adalah temuan PBB dalam sebuah laporan yang dirilis pada Rabu 11 Oktober 2017.
Laporan yang disusun tim beranggotakan tiga orang staf Kantor HAM PBB atau Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) dibuat berdasarkan 65 wawancara terhadap individu dan kelompok pengungsi Rohingya di kamp pengungsian di Cox’s Bazar di perbatasan Bangladesh, yang dilaksanakan mulai dari 13 hingga 24 September 2017.
Berikut serangan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya berdasarkan temuan tim PBB:
- Menangkap dan menahan pria Rohingya antara usia 15-40 tahun tanpa adanya tuduhan dan surat perintah sebulan sebelum serangan 25 Agustus 2017.Keluarga korban penangkapan mengatakan tidak tahu bagaimana keadaan keluarganya yang ditangkap, apakah mereka masih hidup atau sudah meninggal.
- Menangkap dan menahan para guru, pemimpin budaya dan agama, dan orang-orang lain yang berpengaruh dari etnis Rohingya dalam upaya mengurangi sejarah, budaya dan pengetahuan Rohingya.
- Militer Myanmar membakar masjid-masjid dan menghancurkan kitab suci umat Islam, Al-Qur’an, yang dibakar dan dirusak didepan penduduk desa. Salah seroang narasumber mengatakan penyerangan di desanya dilakukan beberapa hari sebelum 25 Agustus 2017.
- Militer Myanmar membakar rumah-rumah desa Rohingya dan menutup akses makanan, mata pencaharian dan melarang berbagai kegiatan sehari-hari warga.Rumah-rumah dibakar dengan menggunakan semacam peluncur granat roket. Korban menyebutkan api merambat dari rumah satu ke rumah lain dan menghancurkan seluruh pemukiman di desa.Relawan medis dari Indonesia dr Corona memeriksa kesehatan pengungsi Rohingya di tenda kesehatan Indonesia, Kamp Pengungsian Jamtoli, Cox Bazar, Bangladesh, 1 Oktober 2017. Sejumlah relawan berbagai organisasi yang tergabung dalam Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM) menyalurkan 1.000 paket bantuan kepada pengungsi Rohingya. ANTARA FOTO
- Militer Myanmar berulang kali melakukan penghinaan dan kekerasan sebelum, selama dan setelah 25 Agustus, untuk mengusir warga Rohingya di desa secara massal melalui hasutan untuk membenci etnis Rohingya, termasuk dengan menyatakan orang Rohingya sebagai orang Bengali dan penduduk ilegal di Myanmar serta melakukan kekerasan dan pembunuhan.
- Militer Myanmar menanamkan rasa takut yang dalam dan meluas serta trauma - fisik, emosional dan psikologis kepada para korban warga Rohingya melalui tindakan brutal, yakni pembunuhan, penghilangan, penyiksaan, dan pemerkosaan dan bentuk kekerasan seksual lainnya.
- Militer Myanmar tidak pandang bulu dalam menyerang etnis Rohingya, termasuk anak-anak yang juga menjadi korban kekerasan seksual, penganiayaan dan pembunuhan.
- Beberapa narasumber menyebutkan beberapa etnis Rohingya secara sengaja dijebak di dalam rumah oleh militer Myanmar dan dibakar hidup-hidup.
- Militer Myanmar biasanya dengan warga umat Buddha tetangga desa Rohingya melakukan serangan dan sebagian diberikan seragam militer. Salah seorang narasumber mengatakan pernah bertemu dengan salah satu warga Buddha yang menyerang desanya di pasar.
Temuan tim PBB ini menunjukkan operasi pengusiran etnis Rohingya dari negara bagian Rakhine Utara sudah dimulai sebelum 25 Agustus saat kelompok milisi Penyelamatan Arakan Rohingya (ARSA) menyerang pos polisi Myanmar dan menewaskan sekitar 12 polisi Myanmar dan puluhan anggota ARSA.
Beberapa narasumber juga menyebutkan sebelumnya mereka mendapatkan peringatan dari pemerintah negara bagian Rakhine, Myanmar, dan disuruh untuk keluar dari desa atau mereka akan terbunuh.
Hal ini menunjukkan adanya perencanaan terorganisir, terkoordinasi dan sistematis dalam upaya mengusir etnis Rohingya dari Myanmar dan mencegahnya untuk kembali.
DWI NUR SANTI | OHCHR REPORT