TEMPO.CO, Jakarta - Myanmar masih melarang pengungsi Rohingya kembali meskipun sudah ada kesepakatan antara negeri itu dengan Bangladesh, tempat para ratusan ribu pengungsi ditampung. Keterangan tersebut disampaikan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi kepada Dewan Keamanan.
Menurut Filipo Grandi dari UNHCR, kondisi di Myanmar tidak kondusif bagi sekitar 680 ribu warga Rohingya untuk kembali ke rumahnya.
Ratusan ribu warga Rohingya kabur melarikan diri ke negara tetangga, Bangladesh, setelah militer Myanmar melakukan operasi di utara negara bagian Rakhine pada Agustus 2017.
Baca: Pengungsi Rohingya Ragu Keselamatannya di Myanmar
Sejumlah orang bekerja membangun kamp yang dibuat Kementerian Kesejahteraan Sosial, Bantuan dan Transmigrasi, Myanmar untuk menampung muslim Rohingya yang kembali dari Bangladesh di Rakhine, Myanmar, 24 Januari 2018. REUTERS/Stringer
"Penyebab mereka melarikan diri tidak ditangani, termasuk masalah kewarganegaraan mereka hingga saat ini belum terpecahkan," ucap Grandi seperti dikutip Al Jazeera, Rabu, 14 Februari 2018.
Grandi mengatakan, kantor UNHCR tidak mendapatkan akses ke Rakhine, tempat ratusan desa dibakar oleh militer Myanmar.
Baca: PBB Bersidang, Bicarakan Kekerasan di Myanmar
Serangan bersenjata terhadap pos jaga polisi dan militer di Rakhine oleh kelompok pemberontak Tentara Penyelamat Rakyat Rohingya atau ARSA memicu operasi militer Myanmar di negara bagian Rakhine. Sedikitnya 700 ribu etnis Rohingya dengan berduyun-duyun melarikan diri menyeberangi laut menuju Bangladesh. (Paula Bronstein/Getty Images)
"Akses kemanusiaan, sebagaimana Anda dengar, benar-benar tidak bisa dijangkau. UNHCR tidak mendapatkan akses ke daerah yang terkena dampak aksi militer Myanmar, termasuk Kota Maungdaw sejak Agustus 2017. Akses kami di Rakhine tengah juga dibatasi," tambahnya.