TEMPO.CO, Jakarta - Samantha Sally, warga negara Amerika Serikat, tak pernah menyangka hidupnya bakal berubah 180 derajat. Perubahan hidupnya ini terjadi pada 2014 ketika suaminya yang berdarah Amerika-Arab bernama Moussa Elhassani, menjanjikannya sebuah hidup baru dengan pindah ke Maroko.
Dikutip dari CNN.com pada Kamis, 19 April 2018, Sally menceritakan alih-alih ke Maroko, dia dan dua anaknya tiba-tiba berada di kota Sanilurfa, sebuah wilayah perbatasan Turki dan Suriah. Elhassani menggandeng putri mereka, Sarah sedangkan Sally memegang tangan putranya dari pernikahan pertama bernama Matthew, 7 tahun. Sally terkejut bukan kepalang saat Elhassani memberinya pilihan sulit, yakni membiarkan Sarah diserahkan pada kelompok radikal Negara Islam Irak Suriah atau ISIS atau mengikuti keinginan Elhassani bergabung dengan ISIS.
“Saya terpaksa harus mengikuti keinginan suami saya karena itu satu-satunya cara untuk melindungi putri saya. Saya tidak sanggup hidup tanpa harus melihat putri saya lagi,” kata Sally, dengan pertimbangan mereka bisa melarikan diri ke Turki setelahnya.
Baca: Janda Militan ISIS Dijatuhi Hukuman Mati di Irak
Samantha Sally, janda ISIS. Facebook.com
Baca: Panglima ISIS Tewas, Amerika Serahkan Istrinya ke Irak
Di Suriah, Sally menyebut kehidupan mereka sangat mengerikan karena Elhassani memperlakukan keluarganya seperti tahanan dalam penjara. Pada 2014, saat ISIS menangkap ratusan perempuan minoritas kelompok Yazidi di gunung Sinjar, Irak, Elhassani mengajak Sally ke pasar budak untuk membeli seorang perempuan belia Yazidi berusia 17 tahun bernama Soad. Namun saat tiba di rumah, Elhassani mulai memperkosanya dan Sally tak berdaya untuk menolong.
Ironisnya, Elhassani kembali ‘membeli budak’ bernama Bedrine, 14 tahun. Sama seperti Soad, Elhassani memperkosa Bedrine.
“Tidak pernah ada yang tahu bagaimana rasanya suami Anda memperkosa remaja 14 tahun, lalu gadis itu datang kepada Anda setelah menangis. Saya memeluknya dan mengatakan semua akan baik-baik saja. Bersabarlah. Saya tidak akan pernah bisa memaafkan diri saya dengan membiarkan gadis-gadis Yazidi itu masuk ke rumah saya. Kami harus bersatu. Saya seperti ibu bagi mereka,” kata Sally.
Putra Sally, Matther juga menjadi korban. Dia dijadikan alat propaganda ISIS yang disebarkan lewat rekaman video. Saat Elhassani tewas dalam sebuah serangan pesawat tanpa awak pada pertengahan 2017, Sally mengaku baru bisa ‘bernafas’ dan mulai menyusul rencana melarikan diri, keluar dari Suriah.