TEMPO.CO, Riyadh -- Tiga bulan setelah Arab Saudi menggelar operasi antikorupsi, penguasa negara kerajaan ini mencoba meyakinkan para calon investor domestik dan asing bahwa negaranya telah siap untuk menerima investasi baru. Pemerintah Saudi menggelar pertemuan dengan para investor lokal di Riyadh dan Jeddah pada Januari kemarin.
"Pemerintah mengatakan kampanye antikorupsi telah selesai, lanjutkan bisnis Anda secara normal dan investasilah di ekonomi," kata seorang sumber kepada Reuters, Selasa, 20 Februari 2018. Sumber ini enggan diungkapkan indentitasnya.
Baca: Kabinet Arab Saudi Setujui UU Kepailitan untuk Tarik Investor
Pejabat Saudi, menurut sumber tadi, juga menjelaskan pemerintah tidak berupaya mengubah secara drastis praktek bisnis di sana, yang sangat erat dengan hubungan pribadi.
Baca: Saudi Bakal Bikin 16 Reaktor Nuklir untuk Listrik
Pesan ini menjadi angin segar bagi para pebisnis. "Hubungan pribadi sering membantu untuk menentukan apakah antarperusahaan akan melakukan transaksi, apakah hadiah berupa uang tunai atau tanah atau lainnya," begitu dilansir Reuters.
Seperti dilansir berbagai media massa, seperti Reuters, Guardian, dan Al Jazeera, pemerintah Saudi menggelar operasi antikorupsi pada 4 November 2017. Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi Saudi menangkap sekitar 200 orang dengan belasan pangeran, puluhan pejabat dan mantan pejabat termasuk dua orang konglomerat Saudi seperti Pangeran Alwaleed Bin Talal.
Mereka diminta menyerahkan sekitar 30 persen dari harta sebagai uang kompensasi bagi uang negara yang hilang sejak 1980an. Pemerintah Saudi memperkirakan uang negara yang hilang mencapai sekitar Rp1400 triliun atau sekitar US$100 miliar.
Para tahanan ditahan di Hotel Ritz Carlton, Riyadh, dan dijaga dengan ketat oleh pasukan bayaran dari Amerika Serikat, yaitu Academy. Menurut media Daily Mail, pasukan ini ikut menginterogasi para tersangka korupsi agar mau mengaku dan membayar uang kompensasi.
Sebagian tersangka korupsi digantung secara terbalik dan dipukuli.
Saat ini kurang dari setengah tahanan masih berada dalam tahanan dan telah dipindahkan ke penjara Al-Haer, yang merupakan penjara berpengamanan maksimum. Hotel Ritz Carlton telah buka dan beroperasi kembali sejak awal bulan ini.
Menurut Reuters, para pelaku bisnis sejak lama mengajukan komplain kepada pemerintah Saudi mengenai maraknya praktek korupsi di negara ini. Menangani masalah ini secara langsung menjadi prioritas Putra Mahkota, Pangeran Mohammed Bin Salman, yang merupakan anak Raja Salman.
Sebagian pebisnis mengaku masih merasa khawatir dengan operasi antikorupsi, yang diduga juga bernuansa politis. "Ini bukan rekomendasi mengapa Anda berbisnis di Saudi," kata seorang pengusaha barat. "Semua hal ini telah menjadi bola kontradiksi yang besar."
Menurut Jaksa Agung Saudi, Saud al-Mojeb, gerakan antikorupsi Saudi bersifat independen, dan mengikuti proses hukum. "Ini merupakan bagian untuk memastikan transparansi, keterbukaan dan tata kelola yang baik," kata Mojeb.
Menteri Investasi Saudi, Majid Bin Abdullah Al-Qasabi, mengatakan kepada forum ekonomi Davos, Swiss, pada Januari lalu menerangkan dampak positif dari gerakan antikorupsi ini. Dia mengaku negaranya bisa saja melakukan kesalahan seperti negara-negara lain. "Tapi jalan menuju sukses selalu dibangun dan Saudi maju ke depan," kata Majid.