TEMPO.CO, Jakarta - Rencana normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel tampaknya tidak akan memperbesar peluang Palestina mendapat menjadi negara merdeka dan berdaulat.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji kemungkinan perdamaian "bersejarah" dengan Arab Saudi, jantung Islam. Namun Netanyahu harus mendapatkan persetujuan dari partai-partai dalam koalisi sayap kanan yang menolak konsesi apa pun kepada Palestina.
Putar mahkota Saudi, Mohammed bin Salman atau MbS mengatakan dalam wawancara dengan Fox News bulan ini bahwa kerajaan tersebut semakin mendekati normalisasi hubungan dengan Israel. Dia berbicara tentang perlunya Israel untuk "meringankan kehidupan rakyat Palestina" namun tidak menyebutkan tentang negara Palestina.
Namun demikian, para diplomat dan sumber-sumber regional mengatakan MbS bersikeras pada beberapa komitmen dari Israel untuk menunjukkan bahwa dia tidak meninggalkan Palestina dan bahwa dia berusaha untuk menjaga pintu tetap terbuka bagi solusi dua negara.
Hal ini termasuk menuntut Israel untuk melepas sebagian wilayah yang dikuasai Israel di Tepi Barat kepada Otoritas Palestina (PA), membatasi aktivitas pemukiman Yahudi dan menghentikan segala langkah untuk mencaplok bagian-bagian Tepi Barat. Riyadh juga menjanjikan bantuan keuangan kepada Otoritas Palestina, kata para diplomat dan sumber seperti dikutip Reuters Jumat, 29 September 2023.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan setiap tawar-menawar harus mengakui hak Palestina atas sebuah negara yang berada dalam perbatasan tahun 1967, termasuk Yerusalem Timur, dan harus menghentikan pembangunan pemukiman Israel. Namun, semua sumber mengatakan kesepakatan Saudi-Israel tidak mungkin mengatasi masalah-masalah yang menjadi titik konflik tersebut.
Netanyahu mengatakan Palestina tidak boleh memiliki hak veto atas perjanjian perdamaian apa pun.
Namun, meskipun AS, Israel, dan Arab Saudi sepakat, mendapatkan dukungan dari anggota parlemen di Kongres AS masih merupakan sebuah tantangan.
Anggota Partai Republik dan Partai Demokrat yang dipimpin Biden sebelumnya mengecam Riyadh atas intervensi militernya di Yaman, tindakannya untuk menaikkan harga minyak, dan perannya dalam pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi, yang bekerja untuk Washington Post pada tahun 2018. MbS membantah memerintahkan pembunuhan tersebut.
“Yang penting bagi Arab Saudi adalah agar Biden menyetujui pakta tersebut oleh Kongres,” kata sumber regional pertama, merujuk pada konsesi yang dibuat Riyadh untuk mengamankan kesepakatan.
Bagi Biden, kesepakatan yang membangun poros AS-Israel-Saudi dapat menghambat terobosan diplomatik Cina setelah Beijing menjadi perantara pemulihan hubungan antara Arab Saudi dan Iran, yang dituduh Washington berupaya membuat senjata nuklir. Teheran membantahnya.
“Ada perasaan bahwa AS telah meninggalkan kawasan ini,” kata seorang diplomat. “Dengan mendekati Cina, Saudi ingin menciptakan kegelisahan yang akan membuat AS kembali terlibat. Hal ini berhasil.”
REUTERS
Pilihan Editor Ramos Horta: Tidak Ada Kerja Sama Militer Timor Leste - Cina, Australia dan Indonesia Bisa Tidur Tenang