TEMPO.CO, Riyadh -- Arab Saudi sedang menjajaki pembangunan pembangkit listrik nuklir dengan sepuluh negara maju. Menteri Luar Negeri Saudi, Adel Al-Jubeir, mengatakan kerja sama ini untuk menggunakan teknologi demi tujuan damai.
"Kami sedang mengkaji pembangunan reaktor nuklir untuk menghasilkan energi sehingga kami bisa menghemat minyak dan mengekspornya untuk mendapatkan penghasilan negara," kata Al-Jubeir kepada media CNBC di sela-sela Konferensi Keamanan Munich, di Jerman, Ahad, 18 Februari 2018.
Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz Al Saud berbincang dengan putranya, Pangeran Mohammed bin Salman. REUTERS
Baca: Mohammed bin Salman: Arab Saudi Dirundung Korupsi Sejak 1980
Saudi meminta Amerika Serikat untuk memberinya hak yang sama dengan negara nuklir lainnya untuk memproses bahan baku nuklir seperti uranium.
Baca: Hotel Prodeo, Ritz Carlton, Jadi Arena Penyiksaan Pangeran Saudi
Arab Saudi berencana membangun 16 reaktor nuklir dalam 20 -- 25 tahun mendatang dengan biaya sekitar US$80 miliar. Saudi mengundang sejumlah perusahaan Amerika untuk ikut dalam tender. Ini akan diikuti penandatanganan perjanjian kerja sama 123 yang memisahkan penggunaan nuklir untuk kepentingan sipil dengan militer. Ini untuk mencegah nuklir digunakan untuk kepentingan militer. India menandatangani perjanjian ini dengan Amerika.
Riyadh telah lama mengungkapkan keinginannya menggunakan cadangan uraniumuntuk memproduksi bahan bakar nuklir, seperti dilansir Reuters. Sedangkan Iran, yang menjadi tetangga Saudi, telah selangkah lebih maju dalam teknologi nuklir yaitu pengayaan uranium.
"Kami sedang bicara dengan 10 negara nuklir dan belum memutuskan bekerja sama dengan negara mana saat ini," kata Al-Jubeir.
Pada 2006, negara-negara yang bergabung dengan Gulf Cooperation Council, seperti Saudi dan lima negara Teluk lainnya, telah menyatakan membentuk tim kajian untuk membangun reaktor nuklir.
Pada 2010, Kerajaan Saudi mengeluarkan aturan bahwa energi atom esensial untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam penyulingan air minum dan semakin berkurangnya cadangan minyak bumi.