TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Garda Revolusi Iran, Mohammad Ali Jafari mengklaim unjuk rasa anti-pemerintah berakhir setelah enam hari dan diwarnai dengan kerusuhan.
Dalam sebuah komentar ke kantor berita Fars, Jafari mengatakan hanya 15.000 orang yang hadir pada puncak demonstrasi. Pembuat onar utama juga telah ditangkap.
Baca: 5 Fakta Penting Pemicu Demonstrasi Besar di Iran
"Hari ini, kita bisa mengatakan itu adalah akhir dari 'hasutan 1396. Dengan bantuan Tuhan, kekalahan mereka telah dipastikan," kata Jafari, menggunakan tahun kalender Iran, seperti dikutip dari CNN.
Jafari tidak memberikan bukti bagaimana gerakan tersebut telah dikalahkan di luar penangkapan, dan komentarnya tampaknya menjadi peringatan terhadap lebih banyak demonstrasi.
Aksi massa tersebut dimulai Kamis pekan lalu sebagai protes terhadap ekonomi Iran yang stagnan serta meningkatnya biaya hidup. Namun dengan cepat berkembang menjadi protes yang lebih luas yang menyasar pada pemerintah.
Baca: KBRI di Iran Imbau WNI Hindari Lokasi Unjuk Rasa
Aksi protes itu kemudian berubah menjadi kekacauan dan menjadi yang terparah sejak demonstrasi massal di tahun 2009.
Kini jumlah massa untuk berunjuk rasa menurun, meski beberapa demonstran masih berunjuk rasa di sedikitnya 10 kota. Aparat Iran telah menahan 450 orang dan 21 orang tewas dalam kerusuhan tersebut.
Selain itu, sebanyak 3 anggota Korps Garda Revolusioner tewas dalam bentrokan dengan "agen anti-revolusi" di sepanjang perbatasan di wilayah Piranshahr barat.
Setelah demonstrasi anti-pemerintah dihentikan, kini ribuan pendukung pemerintah bergerak melalui ibukota, Teheran, dengan beberapa orang meneriakkan "Death to America" setelah pejabat Iran menyalahkan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya karena memprovokasi demonstrasi anti-pemerintah.
Media online negara bagian melaporkan aksi itu diikuti orang tua, keluarga, warga lanjut usia dan pelajar, namun gambar di televisi kebanyakan terdiri dari pria paruh baya dan lebih tua. Banyak yang membawa foto Presiden Iran Hassan Rouhani dan melambaikan bendera nasional.
Baca: Ali Khamenei Tuding Musuhnya Biang Kerok Rusuh di Iran
Sebaliknya, mayoritas pemrotes anti-pemerintah dalam seminggu terakhir diramaikan oleh pria muda. Mereka menuntut lebih banyak kesempatan kerja dan pengurangan biaya hidup yang tinggi.
Pejabat di Amerika Serikat dan Iran juga telah terlibat dalam perang kata-kata yang berapi-api mengenai kerusuhan tersebut, dipicu oleh tweet Presiden Donald Trump untuk mendukung pemrotes anti-pemerintah.
Presiden Amerika Serikat, DOnald Trump telah menggunakan demonstrasi anti-pemerintah sebagai kesempatan untuk menyerang kesepakatan nuklir Iran menjelang tenggat waktu pada Januari ini.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron berbicara dengan Rouhani dan menyatakan keprihatinannya atas kekerasan dan kematian dalam unjuk rasa di Iran seminggu terakhir. Kedua pemimpin sepakat untuk menunda kunjungan menteri luar negeri Prancis ke Teheran karena situasi saat ini.