TEMPO.CO, Jakarta - Demonstrasi besar-besaran di Iran dilaporkan sebagai demonstrasi terbesar sejak 2009. Berikut ini lima fakta penting dari demonstrasi yang sudah berlangsung selama lima hari dan menewaskan sedikitnya 12 orang itu.
Baca: 12 Orang Tewas dalam 5 Hari Demonstrasi Besar di Iran
1. Pemicu awal adalah masalah ekonomi yang semakin membebani warga Iran. Harga makanan dan bahan bakar mahal. Begitu pun inflasi yang tinggi.
2. Korupsi menggurita di lembaga-lembaga pemerintahan Presiden Hassan Rouhani. Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi 2016, Iran berada di ranking ke-131 dari 176 negara. Peringkat itu lebih rendah daripada tahun sebelumnya, yakni di urutan ke-130 dari 167 negara.
3. Warga Iran marah karena pencabutan sanksi yang dijatuhkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2015 tidak membawa perubahan yang lebih baik. Harapan warga Iran dengan kenyataan yang dihadapi berbanding terbalik.
Baca: Demonstrasi Pecah di Kota-kota Besar di Iran, 52 Orang Ditangkap
Resolusi Dewan Keamanan PBB yang disetujui lima negara anggota tetap Dewan Keamanan dan Jerman menghukum Iran karena melanjutkan uji coba senjata nuklir. Namun Iran akhirnya bersedia menghentikan program senjata nuklirnya, sehingga resolusi dicabut.
"Kesepakatan nuklir mendapat dukungan dari semua warga Iran. Namun ekspektasi mengenai pembangunan ekonomi yang lebih baik tidak terwujud," kata Trita Parsi, Presiden Dewan Nasional Iran-Amerika, seperti dilansir CNN, Senin, 1 Januari 2018.
4. Warga Iran kehilangan kepercayaan kepada Presiden Hassan Rouhani, menurut Alireza Nader, peneliti Iran dan analis internasional di RAND Corporation di Washington.
Baca: Iran Blokir Telegram, Pavel Durov Blokir Kanal Amadnews
"Pemerintah dipandang sangat korup. Selain itu, meningkatnya ketidaksetaraan dilihat masyarakat sebagai bentuk ketidakadilan," ucap Nader.
5. Perempuan-perempuan Iran selama beberapa dekade berjuang untuk kesetaraan hak. Khususnya dalam beberapa tahun terakhir, dorongan memperjuangkan kesetaraan hak lebih kuat lagi.
"Para perempuan Iran sangat terdidik. Mereka terlibat dalam dunia kerja, bisa dikatakan lebih dari negara-negara lain di Timur Tengah, dan tekanan terhadap mereka masih berlanjut. Hal ini menjadi bagian dari pertarungan untuk menggapai kemerdekaan dan hak-hak mereka," tutur Nader.