TEMPO.CO, Jakarta - Kantor berita Associated Press menyimpulkan, perkosaan terhadap kaum perempuan Rohingya oleh pasukan keamanan Myanmar dilakukan sistematis.
Kesimpulam tersebut diperoleh AP setelah lembaga berita tersebut mewancarai sejumlah korban, termasuk seorang perempuan berusia 29 tahun dan para gadis yang melarikan diri ke Bangladesh.
Baca: Gadis Rohingya Dijadikan Budak Seks di Bangladesh
Seorang wanita pengungsi Rohingya berinisial N (17), yang merupakan korban pemerkosaan tentara Myanmar pada Agustus lalu saat berada di tenda pengungsian Kutupalong, Bangladesh, 22 November 2017. Wanita yang diperkosa umurnya berusia antara 13 sampai 35 tahun, berasal dari sejumlah besar desa di negara bagian Rakhine di Myanmar. AP
"Kekerasan seks itu disampaikan oleh korban selamat di beberapa kamp pengungsi yang diwawancarai secara terpisah," tulis AP seperti dikutip Al Jazeera, Senin, 11 Desember 2017.
Sebagian korban perkosaan itu setuju memberikan singkatan nama depannya saja, sebab jika ketahuan pasukan keamanan Myanmar mereka atau keluarga mereka akan dibunuh oleh militer Myanmar.
Menurut laporan AP, usia para korban perkosaan itu berkisar antara usia 13 tahun hingga 35 tahun. Mereka berasal dari desa-desa di sekitar Rakhine, Myanmar.Seorang wanita pengungsi Rohingya berinisial D (30), ibu yang telah kehilangan anaknya dan juga menjadi korban pemerkosaan tentara Myanmar pada Agustus lalu saat berada di kamp pengungsian Kutupalong, Bangladesh, 20 November 2017. AP
Kesaksian mereka memperkuat kesimpulan PBB bahwa Angkatan Bersenjata Myanmar secara sistematis menggunakan perkosaan sebagai alat teror dengan tujuan membasmi warga Rohignya.
"Kekerasan seks itu terjadi antara Oktober 2016 hingga pertengah September 2017," kata AP.
Baca: Tentara Myanmar Bentuk Tim Investigasi Kasus Rohingya
Meskipun kejadiannya di berbagai tempat yang berbeda, namun cerita mereka ada kesamaan. Termasuk pola, seragam pelaku, dan rincian perkosaan terhadap mereka.
Angkatan Bersenjata Myanmar tidak merespon pertanyaan yang diajukan AP untuk mengkonfirmasi hasil investigasinya. Namun hasil investigasi internal militer Myanmar akhir bulan lalu menyimpulkan bahwa tak ada satupun insiden perkosaan terjadi di sana.