TEMPO.CO, Washington - Pemerintah Arab Saudi dikabarkan setuju untuk membeli amunisi akurat (guided munition) dari perusahaan Raytheon Co dan Boeing Co senilai US$7 miliar atau sekitar Rp93 triliun.
Duta Besar Arab Saudi untuk Washington, Pangeran Khalid bin Salman, mengatakan negaranya mengikuti perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. "Arab Saudi sebagai pasar piihan tetap menjadi pilihan dan bertekad untuk menjaga keamanannya," kata Khalid yang enggan berkomentar secara spesifik soal penjualan ini, Kamis, 23 Nopember 2017, waktu setempat.
Baca: Arab Saudi Tangkap Pangeran Alwaleed di Kamar Tidur
Kedua perusahaan swasta itu merupakan pembuat senjata terkenal asal Amerika Serikat. Pembelian ini merupakan bagian dari kesepakatan pembelian senjata yang difasilitasi Presiden Donald Trump saat berkunjung ke Arab Saudi pada Mei lalu.
Baca: Arab Saudi Sewa Tentara Bayaran AS Siksa Tahanan Koruptor?
"Kami tidak mengomentari baik mengkonfirmasi ataupun membantah penjualan hingga diumumkan secara formal di Kongres," kata seorang pejabat Kementerian Pertahanan kepada Reuters. Kedua perusahaan menolak berkomentar saat dimintai konfirmasinya soal ini.
Menurut Reuters, penjualan senjata ke Arab Saudi dan negara-negara anggota Dewan Kerja Sama Gulf (GCC) semakin sulit untuk mendapatkan persetujuan di Kongres, yang memiliki kewenangan untuk menolak.
Menurut sumber Reuters, sebagian anggota Kongres bisa merasa keberatan atas penjualan ini karena senjata buatan AS digunakan Arab Saudi dalam perang di Yaman dan ini berkontribusi terhadap meninggalnya rakyat sipil.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan perang di Yaman, yang berlangsung sejak Maret 2015 telah menelan korban jiwa sekitar 4,800 warga sipil. Perang ini terjadi antara pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi melawan kelompok Houthi, yang didukung Iran.
Pemerintah Arab Saudi membantah serangannya banyak menimbulkan korban jiwa warga sipil. Saudi juga mengatakan berusaha mengurangi korban warga sipil yang jatuh. Seorang pejabat pemerintah AS mengatakan perjanjian jual beli senjata dari Raytheon dan Boeing ini meliputi rentang waktu sepuluh tahun. Sehingga, pengiriman senjata itu baru akan terjadi beberapa tahun lagi.
REUTERS