TEMPO.CO, Beijing -- Pemerintah Cina mengatakan menghormati keputusan Robert Mugabe untuk mengundurkan diri dari posisi Presiden Zimbabwe. Mugabe, 93, mengundurkan diri setelah kelompok militer dan partai penguasa Zanu-PF di negara itu mendesaknya untuk mengundurkan diri.
Mugabe berupaya bertahan sebagai Presiden, yang telah berlangsung selama 37 tahun, selama sepekan terakhir setelah kelompok militer negara itu melakukan kudeta. Dia akhirnya mengundurkan diri pada Selasa, 21 Nopember 2017, beberapa saat setelah parlemen Zimbabwe mulai menggelar proses pemakzulan atau impeachment.
Baca: Pengunduran Presiden Robert Mugabe Disambut Hangat Parlemen
"Pemerintah Cina menghormati keputusan Mugabe untuk mengundurkan diri. Dia tetap menjadi teman baik bangsa Cina," kata Lu Kang, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Rabu, 22 Nopember 2017. Lu Kang menambahkan bahwa Mugabe membuat kontribusi bersejarah bagi kemerdekaan dan pembebasan Zimbabwe.
Baca: Ini Kronologi Kudeta Mugabe oleh Militer Zimbabwe
Seperti diberitakan, kelompok militer Zimbabwe mengambil alih kekuasaan pemerintah setelah Mugabe memberhentikan mantan Wakil Presiden, Emmerson Mnangagwa, yang didukung militer untuk menggantikannya.
Upaya Mugabe ini diduga sebagai cara untuk mengalihkan jabatan Presiden kepada istrinya, Grace, 52. Grace memiliki julukan Gucci Grace karena reputasinya gemar berbelanja barang mewah ditengah kondisi miskin rakyat Zimbabwe.
Menurut Reuters, ada kemungkinan Mnangagwa bakal disumpah sebagai pengganti Mugabe hingga digelarnya pemilu Presiden pada September 2018.
Ditanya soal permintaan Amerika Serikat agar pilpres ini berlangsung dengan jujur dan adil, Lu Kang mengatakan pemerintah Cina meyakini Zimbabwe bisa mengurus urusan domestiknya sendiri. Cina berharap negara lain tidak mengintervensi.
Cina dan Zimbabwe memiliki hubungan diplomatik dan ekonomi yang dekat. Cina membantu Zimbabwe ketika negara itu menghadapi sanksi ekonomi dari negara-negara barat. Cina melakukan sejumlah investasi seperti di bidang otomotif, penambangan intan, tembakau dan pembangunan pembangkit listrik.
Pada Agustus lalu, Zimbabwe mengatakan sebuah perusahaan Cina bakal berinvestasi hingga US$2 miliar atau sekitar Rp26 triliun untuk memulihkan kegiatan operasi pabrik besi dan baja negara itu. Pabrik ini berhenti pada 2008 karena krisis ekonomi.
Pada tahun itu, Cina memveto resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang digagas negara-negara barat, untuk mengembargo senjata, dan keuangan Zimbabwe. Cina juga beralasan membatasi Robert Mugabe dan 13 pejabat lainnya untuk berpergian ke luar negeri hanya akan menambah masalah.
REUTERS