TEMPO.CO, Jakarta - Sedikitnya 775 orang tewas akibat gelombang panas yang melanda selatan Pakistan. Pemerintah, Rabu, 24 Juni 2015, menyatakan jumlah korban kemungkinan akan bertambah mengingat suhu masih sangat tinggi sejak empat hari lalu.
Di Karachi, kota terbesar Pakistan, korban tewas diakibatkan dehidrasi dan penyakit akibat suhu panas lainnya. “Kamar mayat terus dibanjiri korban, mereka menumpuk satu mayat di atas yang lainnya,” kata Dr Seemin Jamali, pejabat senior di Jinnah Postgradute Medical Sentre (JPMC), rumah sakit pemerintah terbesar di Karachi.
Dr Jamali mengatakan sejak Sabtu, 20 Juni 2015, telah melihat lebih dari 8.000 pasien gelombang panas, dan 384 di antaranya meninggal. “Kami menerima pasien di unit gawat darurat setiap menit,” kata Jamali.
Pada Rabu, 24 Juni 2015, halaman di luar unit gawat darurat JPMC penuh dengan orang yang mencari es batu, air dingin, dan jus dari tenda-tenda yang didirikan di sana. Di dalam, kerumunan mulai berkurang.
Pihak berwenang menyatakan sebagian besar korban tewas merupakan lanjut usia atau orang miskin. “Kebanyakan orang yang datang adalah korban gelombang panas dan mereka sudah tua. Umur mereka sekitar 45 hingga 50 tahun, jadi semakin tua mereka semakin serius masalah yang mereka hadapi,” kata Junaid Ahmad, seorang relawan.
Jamali mengatakan tingkat kematian akibat gelombang panas yang tinggi disebabkan karena orang-orang tidak bisa menyesuaikan diri, ditambah dengan krisis listrik, mereka bahkan tidak memiliki kipas angin.
Suhu tertinggi di Karachi mencapai 41 derajat Celsius pada Selasa, 23 Juni 2015. Sementara di kota lain seperti Sukkur, Jacobabad, dan Larkana, suhu mencapai 45 derajat Celsius, 44 derajat Celsius, dan 43 derajat Celsius.
NIBRAS NADA NAILUFAR | AL JAZEERA