TEMPO Interaktif, Lima - Bekas komandan angkatan bersenjata Ollanta Humala mengaku memenangkan pemilihan Presiden Peru, Ahad, 5 Juni 2011.
Penghitungan kotak suara masih menyisahkan tiga perempat lagi, namun Humala telah menunjukkan tanda-tanda kemenangan tipis dari saingan dekat pimpinan partai sayap kanan, Keiko Fujimori.
Pemimpin sayap kiri itu unggul di beberapa kawasan miskin dan pedesaan. Dari hasil penghitungan sementara, Humala meraih 50,1 persen suara atau unggul 20 ribu suara dari putri bekas pemimpin Peru, Alberto Fujimori, yang kini mendekam dalam penjara karena tuduhan korupsi.
Perhitungan tiga lembaga survei dan penghitungan cepat menunjukkan Humala memenangkan pemilihan presiden. Meski demikian, para pengamat mengatakan masih terlalu dini untuk menyatakan Humala memenangkan pemilihan ini.
"Dari hasil hitungan cepat, informasi yang masuk menunjukkan kita memenangkan pemilihan presiden," ujar Humala kepada para pendukungnya yang berkumpul di sebuah hotel di ibu kota Lima, Ahad malam.
"Kami siap membangun Peru untuk semua orang," tambahnya.
Kemenangan sementara ini tak pelak disambut suka cita 5000 penyokongnya dengan mengibar-kibarkan kain warna merah dan putih, bendera Peru, serta spanduk warna-warni di ibu kota Lima. Beberapa di antaranya menari-nari kegirangan seraya meneriakkan yel-yel "Humala Presiden, mampus Fujimori!"
Spanduk besar nampak di mana-mana bertuliskan, "Lupakan Fujimori!", "Tak Ada Lagi Fujimori!"
Kendati Komisi Pemilihan Umum belum menetapkan hasil akhir pemilihan, pesta kemenangan pendukung Humala tak hanya digelar di ibu kota negara, melainkan juga di hampir seluruh pelosok Peru. Bahkan, pesta kemenangan itu sempat menimbulkan insiden pembakaran patung Fujimori.
Peru merupakan negara eksportir mineral nomor wahid di dunia. Pertumbuhan ekonomi negeri di Amerika Latin ini sangat cepat dalam beberapa dekade, namun sebagian rakyat Peru masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Humala, dalam kampanye pemilihan presiden, mengusung isu soal ekonomi. Dia berjanji negara akan mengontrol seluruh sumber ekonomi meskipun hal tersebut membuat investor asing ketar-ketir.
Isu nasionalisasi ekonomi ternyata sangat menarik rakyat Peru yang hidup papa. Salah satunya adalah Dominque Pedrex, seorang karyawan restoran di sebuah hotel. Pria 48 tahun itu dikenal sebagai antikapitalis, namun cukup moderat. Dia pernah mencalonkan dalam pemilihan presiden 2006 namun terjungkal.
"Bagi Ollanta, tak ada kaya atau miskin, tua atau muda, kami semua setara," kata Dominque Pedrex, 30 tahun, karyawan restoran.
"Atasanku tak akan memaksakan lagi aku harus bekerja 12 jam sehari. Akan ada keadilan bagiku dan ini yang dibutuhkan oleh kaum miskin," ujarnya.
REUTERS | AL JAZEERA | CA