TEMPO.CO, Manila - Wakil Presiden Filipina, Leni Robredo, mengutuk keras kebijakan Presiden Rodrigo Duterte mengenai perang terhadap narkoba. Dalam rekaman video yang dikirimkan ke PBB, dia mengatakan bahwa menjamin kesehatan masyarakat tidak bisa dipecahkan hanya dengan "butiran peluru."
Kalimat bersayap itu sesungguhnya diarahkan kepada bosnya karena selama ini Presiden Duterte lebih suka menggunakan kekuatan peluru tajam guna menghabisi begundal narkoba.
Baca juga: Dikecam Aktivis HAM dan PBB, Ini Sumpah Presiden Duterte
Lebih dari 8.000 orang tewas sejak Presiden Duterte menggencarkan perang terhadap narkoba usai dia dilantik menjadi presiden pada 30 Juni 2016.
"Sebanyak 2.500 orang tewas menyusul operasi kepolisian terhadap perdagangan narkoba," tulis Channel News Asia, Rabu, 15 Maret 2017.
Adapun kelompok hak asasi manusia mengatakan, ribuan pemakai dan pedagang narkoba tewas kemungkinan akibat hantaman peluru tajam kepolisian. Namun pernyataan ini dibantah kepolisian Filipina.
Baca juga: Duterte Samakan Diri dengan Hitler, Mau Bunuh 3 Juta Pecandu
Dalam sebuah pesan yang disampaikan pada Kamis di pertemuan tahunan Komisi PBB untuk Narkoba di Jenewa, Leni Robredo menantang tindakan keras Presiden Duterte seraya mengatakan bahwa pembunuhan yang dilakukan aparat keamanan adalah sebuah eksekusi.
Dia menambahkan, rakyat Filipina tak memiliki harapan dan bala bantuan. "Jumlah korban pembunuhan akibat menggunakan narkoba terus meningkat," ucap Robredo dalam pernyataan yang diunggah di YouTube.
"Berdasarkan data statistik, sejak Juli 2016, lebih dari 7.000 orang tewas akibat dieksekusi. Rakyat kami membutuhkan lingkungan yang aman."
Pemerintah Duterte tak memberikan tanggapan atas rekaman pernyataan Robredo. Banyak para pengritik diejek dan dideskreditkan oleh Duterte. Bahkan Presiden Duterte bersumpah bakal melawan siapapun termasuk pemimpin asing yang menentang kebijakannya.
Baca juga: Senator de Lima, Pengkritik Presiden Duterte, Ditangkap
Hubungan Robredo dengan Presiden Duterte membeku. Sejak tak diundang dalam berbagai pertemuan kabinet, keduanya jarang bertemu. Hanya sekali-kali saja di acara publik.
Perempuan ini berasal dari partai lain, bukan pilihan Presiden Duterte sebagai Wakil Presiden yagn dipilih secara terpisah.
Robredo yang juga seorang aktivis hak asasi manusia dan pengacara mengatakan, publik membutuhkan transpransi yang lebih luas mengenai perang terhadap narkoba dan mempertanyakan jumlah pengguna narkoba yang diungkap Presiden Duterte.
Presiden Duterte belum lama ini mengatakan sebanyak empat juta rakyat Filipina telah menjadi budak narkoba.
"Pemimpin kita harus jujur tentang dasar perang terhadap narkoba dan problematika narkoba," katanya. Dia menambahkan, problem sesungguhnya adalah masalah kemiskinan dan kesenjangan.
Baca juga: Duterte Naik Pitam, Minta Imam Katolik Telan Sabu
Robredo menuding bahwa operasi pemberantasan narkoba di kalangan masyarakat miskin dipenuhi dengan pelanggaran hak asasi manusia.
"Masyarakat mengatakan, mereka tidak memiliki hak mempertanyakan surat perintah penggeledahan karena mereka tinggal di huniar liar," ucapnya.
Robredo menuduh polisi menggunakan taktik penahanan terhadap keluarga dekat tersangka pedagang narkoba bila mereka tidak menemukan targetnya.
CHANNEL NEWS ASIA | CHOIRUL AMINUDDIN