TEMPO.CO, Cape Town - Kekerasan terhadap orang asing atau imigran berkobar lagi di Afrika Selatan. Ratusan orang turun ke jalan untuk meneriakkan anti-imigran dalam beberapa minggu terakhir.
Kekerasan itu dimulai sejak awal Februari lalu. Rumah-rumah dan toko milik imigran dijarah dan dibakar di pinggiran Kota Johannesburg dan Pretoria, sehingga meningkatkan kekhawatiran tentang sentimen anti-asing atau xenofobia di negara itu.
Pada Senin, 27 Februari 2017, polisi Afrika Selatan menjelaskan, sekitar 100 orang menjarah toko-toko milik imigran di Johanesburg pada Minggu malam dalam gelombang baru serangan xenofobia.
"Kami telah menindaklanjuti laporan dan akan menangkap pelaku," kata juru bicara polisi, Brigadir Mathapelo Peters, seperti yang dilansir Vanguard pada 27 Februari.
Serangan terbaru itu mengingatkan kembali kekerasan xenofobia pada 2008 dan 2015 yang mengakibatkan kematian warga asing dan ratusan imigran mengungsi. Mereka terlalu takut untuk terus hidup dalam komunitas baru mereka tersebut.
Dengan berakhirnya apartheid pada 1994, Afrika Selatan membuka diri kepada dunia. Kebijakan itu membuat aliran imigran dari seluruh Afrika ke selatan untuk mencari keselamatan dan peluang hidup yang lebih baik. Afrika Selatan menjadi tempat yang paling cepat berkembang dan ekonomi terbesar di benua itu.
Namun saat ini dengan ekonomi yang cenderung bergerak lamban seiring dengan meningkatnya pengangguran, beberapa warga asli lantas menuduh orang asing yang telah mencuri pekerjaan mereka. Mereka juga menuduh imigran terlibat dalam kegiatan kriminal, seperti menjajakan narkoba dan prostitusi.
Sentimen anti-imigran terus meningkat dengan tokoh masyarakat dan beberapa orang yang duduk di pemerintahan mengobarkan retorika berbahaya dengan meniru apa yang terjadi di beberapa bagian Eropa dan Amerika Serikat.
Seperti yang dilaporkan NPR.ORG, pemerintah Afrika Selatan dituding menjadikan kaum imigran yang kebanyakan berasal dari Somalia dan Nigeria sebagai kambing hitam untuk membendung kemarahan warganya terkait dengan krisis di dalam negeri.
Wali Kota Johannesburg Herman Mashaba juga telah dituduh menghasut kekerasan akhir-akhir ini. Dia mulai berkuasa pada Agustus lalu dan sejak itu membuat banyak pernyataan kontroversial yang menyebutkan imigran sebagai penjahat.
Sebelum penjarahan di Johanesburg, pemerintah bahkan memberi izin untuk sekelompok orang menggelar unjuk rasa anti-imigran di Pretoria pada Jumat pekan lalu yang kemudian berubah menjadi kekerasan. Pemicunya ketika beberapa demonstran berusaha menyerbu ke pinggiran Kota Pretoria Barat yang merupakan rumah bagi sebuah komunitas yang didominasi imigran.
Polisi dipaksa untuk menembakkan gas air mata, meriam air, dan peluru karet untuk membubarkan ratusan pengunjuk rasa anti-imigran, setelah massa menjarah toko yang diyakini milik imigran. Lebih dari 150 orang ditangkap dalam insiden itu.
Para imigran di daerah itu pun bersumpah untuk melawan, sehingga membuat polisi antihuru-hara dikerahkan untuk menghindari kekerasan skala besar antar-kedua kelompok.
Sebelumnya, rumah dan toko milik imigran asal Nigeria dihancurkan pada 5 dan 18 Februari, dengan kerugian jutaan dolar.
Menteri Luar Negeri Afrika Selatan Khadijah Abba-Ibrahim bertemu dengan perwakilan dari Nigeria, Lulu Aaron-Mnguni, untuk membahas isu tersebut.
AL JAZEERA | NPR.ORG | VANGUARD | YON DEMA