Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kilas Balik 69 Tahun Konferensi Asia Afrika dan Dampaknya bagi Dunia

Editor

Nurhadi

image-gnews
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD (ketujuh kanan), Ketua MPR Bambang Soesatyo (delapan kanan) dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (keenam kanan) dan puluhan delegasi pimpinan MPR negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) foto bersama seusai pembukaan Konferensi Internasional secara resmi di Gedung Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, Selasa 25 Oktober 2022. Konferensi Pimpinan MPR Negara-negara OKI tersebut merupakan pertemuan Internasional untuk membahas forum MPR dalam mewujudkan perdamaian dunia dan penguatan parlemen dari negara-negara Islam. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD (ketujuh kanan), Ketua MPR Bambang Soesatyo (delapan kanan) dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (keenam kanan) dan puluhan delegasi pimpinan MPR negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) foto bersama seusai pembukaan Konferensi Internasional secara resmi di Gedung Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, Selasa 25 Oktober 2022. Konferensi Pimpinan MPR Negara-negara OKI tersebut merupakan pertemuan Internasional untuk membahas forum MPR dalam mewujudkan perdamaian dunia dan penguatan parlemen dari negara-negara Islam. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 69 tahun silam atau tepatnya 18 April 1955, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika atau disingkat Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat. Persamuhan besar ini jadi ajang temu negara-negara dua benua yang tak berpihak kepada Amerika Serikat maupun Uni Soviet.

Kilas balik

KTT Asia Afrika atau kadang juga disebut Konferensi Bandung merupakan konferensi antara negara-negara Asia dan Afrika, yang dominan baru memperoleh kemerdekaan. Konferensi ini diinisiasi Indonesia, Burma (kini Myanmar), Ceylon (kini Sri Lanka), India dan Pakistan. Koordinatornya adalah Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario.

Konferensi ini bermula ketika Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo, pada 23 Agustus 1953 mengusulkan di Dewan Perwakilan Rakyat Sementara terkait perlunya kerja sama antara negara-negara di Asia dan Afrika dalam perdamaian dunia.

Kemudian, pada 25 April–2 Mei 1954, berlangsung Persidangan Kolombo di Sri Lanka. Hadir dalam pertemuan tersebut para pemimpin dari India, Pakistan, Burma, dan Indonesia. Dalam konferensi ini, Indonesia memberikan usulan perlunya adanya Konferensi Asia-Afrika.

Selanjutnya, pada 28–29 Desember 1954, untuk mematangkan gagasan masalah Persidangan Asia-Afrika, diadakan Persidangan Bogor. Dalam persidangan tersebut dirumuskan lebih rinci tentang tujuan persidangan serta siapa saja yang akan diundang.

Konferensi Asia-Afrika akhirnya digelar pada 18–24 April 1955 di Gedung Merdeka, Bandung. Persamuhan ditujukan untuk mempromosikan kerja sama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika serta melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.

Cowie, H.R. dalam Australia and Asia. A changing Relationship (1993) mengungkapkan, sebanyak 29 wakil negara hadir mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia. Konferensi tersebut merefleksikan pandangan mereka mengenai sikap terhadap konfrontasi antara Amerika Serikat (Blok Barat) dan Uni Soviet (Blok Timur) dalam Perang Dingin.

Pandangan negara Asia-Afrika dalam konferensi ini antara lain:

1. Ketidakinginan kekuatan-kekuatan Barat untuk mengonsultasikan dengan mereka tentang keputusan-keputusan yang memengaruhi Asia pada masa Perang Dingin.

2. Kekhawatiran mereka mengenai ketegangan antara Uni Soviet dan Amerika Serikat.

3. Kinginan mereka untuk membentangkan fondasi bagi hubungan yang damai antara Tiongkok dengan mereka dan pihak Barat.

4. Penentangan mereka terhadap kolonialisme, khususnya pengaruh Prancis di Afrika Utara dan kekuasaan kolonial Prancis di Aljazair.

5. Keinginan Indonesia untuk mempromosikan hak mereka dalam pertentangan dengan Belanda mengenai Irian Barat.

Hasil KTT Asia-Afrika

Dilansir dari Antara, KTT Asia-Afrika merupakan pertemuan besar pertama antara bangsa-bangsa korban kolonialisme 10 tahun setelah Perang Dunia II berakhir dan juga 10 tahun setelah Indonesia merdeka. Bangsa-bangsa baru merdeka itu meneguhkan sikapnya di tengah Perang Dingin yang acap memaksa mereka harus memilih antara dengan Blok Timur atau Blok Barat.

Konferensi yang kemudian hanya diadakan sekali sepanjang sejarah itu juga diadakan ketika banyak negara di Asia dan Afrika masih dijajah dan mengalami diskriminasi, di saat bagian dunia yang menjadi pelaku kolonialisme malah mengklaim kolonialisme sudah berakhir. Padahal, kata Presiden ke-1 RI Sukarno, salah satu penggagas konferensi, kolonialisme masih hidup dalam wajah lain.

“Kita kerap diberi tahu bahwa kolonialisme itu sudah mati. Kita tak boleh tertipu atau terlena oleh itu. Saya katakan kepada Anda semua, kolonialisme belumlah mati. Kolonialisme juga memiliki baju modern, dalam bentuk pengendalian ekonomi, kendali intelektual, kendali fisik oleh sebuah komunitas kecil nan asing di dalam sebuah negara,” kata Bung Karno dalam pembukaan Konferensi Asia Afrika di Bandung itu.

Faktanya, waktu itu, memang banyak negara-negara di Asia dan Afrika yang masih belum lepas dari penjajahan. Di lain pihak, kendati sudah kehilangan beberapa negara jajahannya, para penguasa kolonial kenyataannya masih melanggengkan pengaruhnya dengan cara lain, termasuk lewat korporasi-korporasi dan modal mereka.

Bung Karno berusaha merengkuh kawasan-kawasan lain di luar Asia dan Afrika, khususnya Amerika Latin yang sudah merdeka ratusan tahun sebelum Indonesia dan bangsa-bangsa di Asia-Afrika merdeka, tapi tetap terjajah oleh kekuatan modal dan korporasi asing. Bung Karno berusaha menggugah bahwa kolonialisme masih hidup lewat korporasi-korporasi asing dan sejenisnya, yang di Amerika Latin memang sangat mempengaruhi lahir dan matinya satu rezim.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Resminya, 29 negara menghadiri Konferensi Asia Afrika, tapi sejumlah utusan dari Amerika Latin, juga hadir di sana. Amerika Serikat dan Uni Soviet sendiri sama-sama menyaksikan dengan cermat konferensi itu. Blok Barat dan Blok Timur memastikan KTT Asia-Afrika tidak menjadi arena menggalang keberpihakan kepada salah satu di antara mereka. Bung Karno dan para pemimpin Asia-Afrika pun menegaskan bahwa Asia-Afrika tak ingin ditarik ke sana ke mari, oleh, baik Soviet maupun AS.

Dampak KTT Asia-Afrika bagi dunia

Konferensi Asia-Afrika tak saja menginspirasi ke-29 negara, tapi juga negara-negara, yang oleh Bung Karno disebut “new emerging forces”, untuk membangun solidaritas, kolaborasi, dan kerja sama lintas benua. Konferensi juga menghasilkan piagam yang menjadi rujukan moral dan kebijakan negara-negara baru, yang merepresentasikan kemandirian mereka dan sikap mereka yang anti-imperialisme serta anti-kolonialisme.

“Piagam itu disebut dengan Dasasila Bandung, yang di antaranya memuat komitmen Asia-Afrika dalam menjunjung hak asasi manusia, penyelesaian damai untuk segala konflik, dan penghormatan atas kedaulatan serta integritas teritorial sebuah negara,” tulis Jafar M Sidik dalam Semangat Bandung (KAA) yang Tetap Relevan seperti dikutip dari Antara.

Selian Dasasila Bandung, KAA 1955 juga mengeluarkan komunike yang mengecam rasisme dan kolonialisme, termasuk dukungan kepada rakyat Palestina dalam mendapatkan kembali hak di tanah airnya sendiri. Komunike dan 10 prinsip itu mewujudkan independensi Asia-Afrika yang bagi Indonesia sendiri, sejalan dengan amanat politik luar negeri bebas dan aktif.

Negara Asia-Afrika tak ingin dipaksa memilih antara Soviet atau AS yang pada dasarnya sama-sama merepresentasikan kolonialisme dan imperialisme. Soviet di mata negara-negara Eropa Timur, Asia Tengah, dan Trans-Kaukasia adalah sama imperialis dan kolonialisnya dengan Barat. Keduanya dinilai menghambat hak menentukan nasib sendiri di banyak wilayah dunia.

Sejak Perang Dunia II berakhir, negara-negara Asia dan Afrika berusaha keras memasukkan hak menentukan sendiri dalam prinsip PBB. Namun terus ditentang negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, yang meminta klausul kolonial dicabut dalam setiap resolusi PBB. Pada 1952, AS bahkan memveto resolusi Majelis Umum PBB yang menyatakan hak menentukan nasib sendiri adalah bagian dari hak asasi manusia.

“AS juga menolak kewajiban negara-negara kolonial melaporkan kemajuan wilayah jajahannya dalam membentuk pemerintahan sendiri,” tulis Jafar.

Tapi, berkat Deklarasi Bandung, beberapa bulan setelah KAA, tepatnya pada November 1955, PBB menyepakati formulasi hak menentukan nasib sendiri yang kemudian diadopsi dalam Resolusi PBB 1960 dan Kovenan PBB 1966. Semangat Bandung yang dihasilkan KAA juga menjadi fondasi untuk solidaritas dan aliansi antara negara di Asia dan Afrika dalam menentang imperialisme sejumlah negara yang umumnya menjadi eks penjajah mereka.

Aliansi bahkan kemudian mengkristal menjadi gerakan global besar yang independen dari kekuatan-kekuatan global, yakni Gerakan Non Blok pada 1 September 1961, yang salah seorang penggagasnya adalah juga Bung Karno. Dari Konferensi Asia-Afrika juga lahir terminologi-terminologi global yang merepresentasikan sikap, posisi dan independensi negara-negara baru, termasuk istilah “Dunia Ketiga”.

“Istilah itu merujuk kepada negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang menolak berpihak selama Perang Dingin, selain melukiskan masyarakat negara berkembang yang sama-sama mengalami pahitnya kolonialisme,” tulis Jafar.

Gerakan ini semakin jauh melangka, dengan cara menolak tunduk kepada arsitektur politik dan ekonomi global yang diciptakan oleh bekas-bekas penjajah, yang pada dasarnya bisa melanggengkan diktasi mereka terhadap negara-negara yang pernah dijajah, persis disinggung Bung Karno pada Konferensi Asia Afrika 1955 itu.

Pada 1974, negara-negara baru merdeka yang jumlahnya semakin banyak turut mengadopsi sebuah piagam yang mengakui pentingnya restrukturisasi perekonomian global, yang memberi ruang partisipasi lebih luas kepada negara-negara berkembang. Hal ini lalu menjadi fondasi untuk sistem baru di antara negara-negara berkembang yang disebut dengan Kerjasama Selatan-Selatan.

“Banyak hal yang belum tercapai dari Semangat Bandung 1955, tapi ide-ide besar mengenai perjuangan melawan eksploitasi dari mereka yang lebih kuat terhadap yang lemah, tetap hidup sampai kini,” ungkap Jafar.

Ambruknya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin membuat gerakan Asia-Afrika agak kehilangan konteks dan relevansinya, seperti juga yang dihadapi oleh Gerakan Non Blok. Kendati demikian, menurut Jafar, jika dicerna dan diamati lebih dalam lagi, semangat anti-imperialisme dan anti-kolonialisme yang dihidupkan dalam Konferensi Asia Afrika, tetap menyala, bahkan dalam bentuk yang lebih kritis dan kuat.

“Tahun depan, tepat 70 tahun usia KAA 1955, Indonesia dan Dunia Ketiga, perlu bertemu lagi guna memberi pesan kepada semesta bahwa Semangat Bandung abadi terawat,” tulis Jafar.

ANTARA

Pilihan Editor: Dosen Hubungan Internasional Unair: Indonesia Bisa Ajak Negara Peserta KAA untuk Tekan Israel

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Unjuk Rasa Saat Hari Buruh Internasional di Bandung, Deretan Masalah Ini yang Disoroti

39 menit lalu

Unjuk rasa Aliansi Buruh Bandung Raya memperingati May Day 2024 di Cikapayang Dago Park, Bandung pada Rabu, 1 Mei 2024. TEMPO/M.Rafi Azhari
Unjuk Rasa Saat Hari Buruh Internasional di Bandung, Deretan Masalah Ini yang Disoroti

Aliansi Buruh Bandung Raya melakukan unjuk rasa menyuarakan perjuangan mereka saat Hari Buruh Internasional atau May Day di Cikapayang Dago Park


Website Penjualan Tiket Sheila on 7 di Bandung Sempat Eror hingga Penuh Selama 1 Jam

5 jam lalu

Website penjualan tiket konser Sheila on 7 di Bandung yang dibuka mulai Rabu, 1 April 2024 pukul 10.00 WIB.
Website Penjualan Tiket Sheila on 7 di Bandung Sempat Eror hingga Penuh Selama 1 Jam

Website resmi penjualan tiket konser Sheila on 7 di Bandung sempat eror dan penuh hingga lebih dari 1 jam.


War Tiket Sheila on 7 di Bandung Dimulai, 25 Ribu Fans Diprediksi akan Penuhi Stadion Siliwangi

6 jam lalu

Sheila on 7 akan menggelar konser 'Tunggu Aku di' 5 kota besar Indonesia. Dok. Antara Suara
War Tiket Sheila on 7 di Bandung Dimulai, 25 Ribu Fans Diprediksi akan Penuhi Stadion Siliwangi

Penjualan tiket konser Sheila on 7 di Bandung mulai dibuka hari ini pukul 10.00 WIB. Antusiasme penggemar dari berbagai kota sekitarnya sangat besar.


Maju-Mundur Istri Ridwan Kamil di Pemilihan Wali Kota Bandung, Ini Profil Atalia Praratya

1 hari lalu

Gubernur Ridwan Kamil dan Atalia Praratya berpose saat acara menari Ketuk Tilu massal di panggung depan  Gedung Sate, Bandung, Jumat, 19 Agustus 2022. TEMPO/Prima mulia
Maju-Mundur Istri Ridwan Kamil di Pemilihan Wali Kota Bandung, Ini Profil Atalia Praratya

Kabar Atalia Praratya mundur dari pemilihan Wali Kota Bandung dibantah Waketum Golkar. Ini profil istri Ridwan Kamil tersebut.


UTBK Dimulai Serentak 30 April, BMKG Prediksi Lokasi Ujian di Bandung Hujan

2 hari lalu

Hari pertama Pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer - Seleksi Nasional Berbasis Tes di Universitas Padjadjaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin 8 Mei 2023. Gelombang pertama UTBK-SNBT digelar 8-14 Mei 2023. (ANTARA/HO-Unpad)
UTBK Dimulai Serentak 30 April, BMKG Prediksi Lokasi Ujian di Bandung Hujan

UTBK yang berlangsung dalam satu hingga dua gelombang mulai 30 April-7 Mei 2024, kemudian 14-20 Mei 2024.


Seperti Dongeng, Kisah Cinta Li Ran Perempuan Cina yang Dinikahi Pangeran Belgia

3 hari lalu

Li Ran (kanan). Instagram/mumunotinparis
Seperti Dongeng, Kisah Cinta Li Ran Perempuan Cina yang Dinikahi Pangeran Belgia

Seorang perempuan Cina merebut hati Pangeran Charles dan Belgia. Kisah percintaan mereka seperti dalam dongeng.


10 Negara Termiskin di Dunia Berdasarkan PDB per Kapita

4 hari lalu

Berikut ini daftar negara termiskin di dunia pada 2024 berdasarkan PDB per kapita, semuanya berada di benua Afrika. Foto: Canva
10 Negara Termiskin di Dunia Berdasarkan PDB per Kapita

Berikut ini daftar negara termiskin di dunia pada 2024 berdasarkan PDB per kapita, semuanya berada di benua Afrika.


IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

5 hari lalu

Pengunjung melihat layar pergerakan Index Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa 16 April 2024. Pada pembukaan perdagangan hari ini, IHSG ambruk 2,15% ke posisi 7.130,27. Selang 12 menit setelah dibuka, IHSG berhasil memangkas koreksinya sedikit menjadi anjlok 2,06% menjadi 7.136,796. TEMPO/Tony Hartawan
IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.


Profesor Riset Termuda BRIN Dikukuhkan, Angkat Isu Sampah Indonesia yang Cemari Laut Afrika

6 hari lalu

Peneliti Ahli Utama di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova, dikukuhkan sebagai Profesor Riset dengan kepakaran pencemaran laut, pada Kamis, 25 April 2024. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi
Profesor Riset Termuda BRIN Dikukuhkan, Angkat Isu Sampah Indonesia yang Cemari Laut Afrika

Reza dikukuhkan sebagai profesor riset berkat penelitian yang dilakukannya pada aspek urgensi pengelolaan plastik.


Rekomendasi Hotel Bintang 5 di Bandung

8 hari lalu

Rekomendasi Hotel Bintang 5 di Bandung

Anda bisa melihat berbagai pilihan akomodasi di Traveloka, sekaligus menikmati promo hotel mewah.