TEMPO.CO, New York - Calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, berjanji akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel jika terpilih sebagai penguasa Gedung Putih. Janji itu disampaikan taipan properti terkemuka tersebut saat bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu di Trump Tower, New York, Minggu, 25 September 2016.
"Trump mengakui Baitulmuqqadis, tempat tinggal penduduk Yahudi selama lebih 3.000 tahun dan Amerika Serikat di bawah pemerintahan Trump akan menerimanya sebagai ibu kota Israel," demikian pernyataan tim kampanye Trump, merujuk Yerusalem sebagai Baitulmuqqadis seperti yang dilansir Reuters pada 26 September 2016.
Selain Trump, Netanyahu juga bertemu dengan calon presiden dari Partai Demokrat, Hillary Clinton. Pertemuan tertutup itu berlangsung sehari sebelum debat antara dua calon presiden, Trump dan Clinton.
Pihak Trump mengatakan dalam pertemuan dengan Netanyahu, mereka juga membahas kesepakatan nuklir dengan Iran, upaya memerangi ISIS dan isu keamanan. Sebaliknya, Kantor Netanyahu mengungkapkan pembahasan kedua pihak mencakup isu keamanan dan langkah menuju perdamaian di Timur Tengah.
Clinton saat bertemu Netanyahu di sebuah hotel di New York, berjanji akan membantu Israel menghadapi ancaman teroris. Clinton juga menegaskan komitmennya terhadap solusi dua-negara dalam konflik Israel-Palestina "yang menjamin masa depan Israel sebagai negara yang aman dan demokratis dengan perbatasan yang diakui dan memberikan Palestina kemerdekaan, kedaulatan, dan martabat."
Kongres AS lewat undang-undang yang disahkan pada Oktober 1995 menyerukan agar Yerusalem diakui sebagai Ibukota Israel dan mengotorisasi dana pemindahan kantor Kedutaan AS dari Tel Aviv ke kota itu.
Berdasarkan perjanjian Israel-Palestina 1967, untuk menjadi dua negara yang berdampingan, Yerusalem Timur menjadi ibukota Palestina, dan Yerusalem Barat menjadi Ibukota Israel.
REUTERS | YON DEMA