TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) pada Rabu, 11 November 2015, memperingatkan bahwa hujan yang sangat lebat dan meluas yang turun belum lama ini di bagian barat laut Afrika, Tanduk Afrika, dan Yaman, dapat memicu perkembangbiakan belalang.
"Pemantauan seksama perlu dilakukan selama enam bulan ke depan guna mencegah serangga tersebut membentuk gerombolan yang menghancurkan," kata juru bicara, Stephane Dujarric, dalam keterangan harian di Markas Besar PBB, New York, seperti dikutip Xinhua.
Setelah berada di udara, gerombolan puluhan juta belalang dapat terbang sampai sejauh 150 kilometer per hari dengan bantuan angin, dan belalang dalam jumlah sangat sedikit melahap jumlah makanan yang sama dalam sehari oleh 35 ribu orang.
Kondisi belalang di berbagai negara biasanya dipengaruhi oleh belalang gurun, yang kebanyakan kondisinya masih tenang pada Oktober dan dideteksi hanya terjadi pembiakan dalam jumlah kecil, kata FAO, di dalam siaran pers yang mengutip perkataan para ahlinya.
Namun para ahli tersebut menyatakan kondisi itu dapat berubah, sebagian akibat dampak El Nino di Afrika dan Topan Tropis Chapala serta Megh di Jazirah Arab serta Tanduk Afrika.
Baca Juga:
Berbagai peristiwa cuaca ekstrem, termasuk hujan lebat, memiliki potensi untuk memicu lonjakan populasi belalang dalam jumlah sangat banyak. Hujan menyediakan tanah yang lembap buat serangga untuk menaruh telur mereka, yang pada gilirannya perlu menyerap air. Hujan juga membuat sayuran tumbuh, sedangkan belalang membutuhkan sayuran untuk makanan dan tempat berteduh," kata Keith Cressman, petugas senior FAO yang meramalkan perkembangbiakan belalang.
"Dampak dari wabah belalang dapat memporak-porandakan panen dan padang rumput sehingga mengancam keamanan pangan dan kehidupan warga desa," tambah Cressman.
ANTARA