TEMPO.CO, Jakarta - Sepanjang periode 1975 hingga 1999, tatkala Timor Leste menjadi bagian dari Indonesia, ribuan anak Timor Leste dibawa ke Indonesia dengan kapal. Mereka diangkat menjadi anak oleh keluarga-keluarga tentara. Ada yang dititipkan ke panti asuhan hingga pesantren.
Disertasi doktoral Helene van Klinken di University of Queensland, Australia, yang diterbitkan menjadi buku Making Them Indonesians, Child Transfer Out of East Timor pada 2012, mengungkapkan di Indonesia mereka “dipaksa” berasimilasi dengan Indonesia. Tempo melakukan penelusuran terhadap anak-anak tersebut, yang kini telah dewasa dan menemukan kembali keluarga aslinya. Berikut tulisan kedua dari enam tulisan yang disajikan disini.
Buku Helene adalah sebuah buku yang layak baca. Kita menemukan sebuah topik yang selama ini belum pernah dibicarakan peneliti sosial lainnya. Helene mengungkapkan bagaimana sekitar 4.000 anak Timor Timur dibawa ke Indonesia saat Timor Leste masih di bawah Indonesia. Banyak dari mereka adalah anak-anak yang orang tuanya tewas atau keluarganya tercerai-berai saat tentara Indonesia menyerbu.
“Jumlah 4.000 ini hanya perkiraan saya, dan saya kira konservatif jumlahnya,” kata Helene. Menurut laporan CAVR, pada 2006 ada 4.534 anak yang kemungkinan telah dipindahkan ke Indonesia pada 1975 hingga 1999. Angka itu berdasarkan kasus yang dilaporkan kepada Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC).
Helene melihat ada anggapan di kalangan tentara Indonesia saat itu bahwa membawa pulang seorang anak Timor Timur menjadi sebuah bukti keberhasilan menguasai Timor Timur. Para tentara itu--dari hasil penelitian Helene--kepada kawan dan tetangganya menyatakan bahwa anak-anak yang mereka bawa adalah anak-anak pejuang Timor Timur yang mati terbunuh saat bertempur melawan partai kiri Fretilin. Mereka adalah anak pahlawan-pahlawan Timor yang telah berjuang mati demi keinginan integrasi dengan Indonesia. Padahal banyak yang sebaliknya. Justru mereka adalah anak-anak yang kehilangan bapak atau sanaknya karena operasi tentara Indonesia. (Baca: Kisah Mengindonesikan Paksa Anak Timor Leste (1))
Helene meneliti bahwa bocah-bocah itu kemudian, selain diambil anak oleh keluarga tentara, juga diserahkan ke panti asuhan, baik Islam maupun Katolik, seperti Panti Asuhan St Thomas di Jawa Tengah. Menurut perkiraan Helene, sekitar setengah dari total anak yang dipindahkan dari Timor Timur ke Indonesia ditujukan ke panti asuhan.
“Militer yang membawa jelas turut terlibat. Banyak panti asuhan yang nyatanya tidak tahu-menahu tentang status sebenarnya dari anak,” kata Helene. Ada pula yayasan sosial, termasuk Yayasan Dharmais milik Soeharto. Keterlibatan yayasan milik negara itu membuatnya berpendapat bahwa pengasimilasian anak menjadi Indonesia sesungguhnya adalah sesuatu tindakan yang sistematik.
Yang menarik, Helene mampu mengungkapkan banyak dari anak-anak itu kemudian dimasukkan ke pesantren, dan beberapa tahun kemudian berganti nama Islam, bahkan memeluk Islam. Dua anak perempuan kakak-beradik Olinda Soares dan Amelia Soares, misalnya, diganti nama menjadi Siti Khodijah dan Aminah. Anak-anak Timor Timur yang dididik dan dibesarkan di pesantren, menurut Helene, suatu waktu diharapkan bisa menyebarkan Islam di Timor Timur. Menurut Helene, mereka dipersiapkan menjadi pendakwah untuk meningkatkan jumlah populasi orang Islam di Timor Timur.
Dian Yuliastuti | Purwani Diyah Prabandari (Jakarta) | Sri Pudyastuti Baumeister (Stuttgart)
Terpopuler:
Najib Razak: Hilangnya MH370 karena 'Kesengajaan'
Kata Media Asing Ihwal Pencalonan Jokowi
Sinyal Malaysia Airlines Masih Ada 6 Jam Setelah Hilang