TEMPO.CO, Kiev - Presiden Ukraina Viktor Yanukovich mengumumkan rencana untuk menggelar pemilihan umum lebih awal pada Jumat 21 Februari 2014. Hal ini merupakan serangkaian konsesi kepada oposisi setelah situasi semakin memburuk. Hingga Jumat, korban bentrok polisi dan pengunjuk rasa mencapai 77 orang, korban kekerasan terburuk selama 22 tahun. "Tidak ada langkah-langkah yang harus diambil untuk memulihkan perdamaian di Ukraina. Saya umumkan untuk memulai pemilu dini, " katanya dalam situs presiden, Jumat 21 Februari 2014.
Yanukovich mengatakan Ukraina yang muncul dari runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, akan kembali ke konstitusi sebelumnya di mana presiden memiliki otoritas kurang. "Saya juga memulai proses kembali ke konstitusi dengan keseimbangan kekuatan menuju republik parlementer tahun 2004," katanya. "Saya sebut ini untuk memulai membentuk pemerintah persatuan nasional."
Kekerasan itu dipicu rencana pembantalan penandatangan perjanjian dengan Uni Eropa. Kelompok oposisi mengelar aksi protes dengan turun ke jalan. Presiden Yanukovich memilih membuka kerjasama dengan Rusia untuk mendapatkan pinjaman US$ 15 miliar.
Perdana Menteri Polandia Donald Tusk--salah satu negara dari tim Uni Eropa berusaha menengahi kompromi--mengatakan dia tidak bisa memastikan bahwa skenario terburuk bisa dihindari. "Ancaman masih ada," katanya dalam konferensi pers di Warsawa.
Mediator Uni Eropa mengatakan oposisi sedang mencari perubahan menit terakhir, tapi mereka masih mengharapkan kesepakatan akan ditandatangani pada hari Jumat. Aksi adu jotos terjadi di sidang parlemen sebagai bentuk ketegangan politik. Sidang digelar untuk mengambil keputusan apakah perjanjian dengan Uni Eropa akan ditandatangani. Namun, kubu pendukung pemerintah mengulur-ulur pemungutan suara.
Menteri luar negeri Jerman dan Polandia yang berada di Kiev untuk mengusulkan kompromi politik untuk mengakhiri pertumpahan darah. Menteri Luar Negeri Polandia mengatakan Ukraina berada di sebuah momen yang sulit. Dia juga mengingatkan kepada pemimpin oposisi bahwa kompromi itu berarti mendapatkan hasil kurang dari 100 persen yang diharapkan. Namun demonstran masih tetap ngotot di jalanan. "Kami tidak akan meninggalkan barikade sampai Yanukovich mundur," kata Anton Solovyov, 28, seorang demonstran di Independence Square.
REUTERS | EKO ARI