TEMPO.CO, Bangkok - Komisi Pemilihan Umum Thailand pesimistis pemilihan anggota parlemen tahap kedua, yang dijadwalkan digelar akhir bulan ini, bisa berjalan lancar. Masih banyak daerah yang dikuasai kelompok anti-pemerintah, yang akan mengganggu pelaksanaan pemungutan suara. Untuk mengantisipasi gangguan ini, KPU mengusulkan digelarnya pemilu baru.
Anggota KPU, Somchai Srisutthiyakorn, mengatakan banyak wilayah yang gagal melaksanakan pemilu tahap pertama 2 Februari lalu. Akibatnya, kuota anggota parlemen Thailand yang seharusnya berjumlah 650 tidak akan terpenuhi. Efek lanjutannya, parlemen tidak bisa memilih perdana menteri untuk membentuk pemerintahan baru.
“Jika situasinya terus seperti ini, pemilu yak mungkin bisa berjalan dan kita takkan bisa mendapatkan 95 persen anggota parlemen seperti yang dibutuhkan,” kata Somchai Srisutthiyakorn kepada Reuters, Selasa, 11 Februari 2014.
“Kita sepertinya harus mengorbankan pemilu kali ini, dan membuat yang baru. Pemerintah harus mengumumkan pemilu baru dan mendapat persetujuan raja Bhumibol Adulyadej,” katanya.
Ia mengatakan pemilu, menurut undang-undang di Thailand, seharusnya dilakukan secara serentak di seluruh penjuru negara. Dengan demikian, menggelar pemilu tahap kedua adalah tindakan yang tidak sah. Pemerintah sementara, pimpinan perdana menteri Yingluck Shinawatra, meminta KPU segera menghitung dan mengesahkan pemilu tahap pertama.
Somchai meragukan hal itu akan diterima semua pihak. Komite Reformasi Rakyat Demokratik (PDRC) telah menolak mengakui pemilu lalu. “Saya pergi ke 12 dari 14 provinsi di selatan dan PDRC di sana benar-benar tidak akan bekerja sama. Mereka benar-benar menentang pemilu,” katanya.
REUTERS | BANGKOK POST | RAJU FEBRIAN