TEMPO.CO, Bangkok -- Aksi demonstrasi anti-pemerintah yang terus berlangsung selama seminggu terakhir membuat kalangan ekononomi khawatir akan dampak negatif terhadap iklim investasi. Aksi yang dikenal dengan Shutdown Bangkok itu digelar oleh oposisi Thailand sejak Senin, 13 Januari 2014 lalu, untuk menjatuhkan pemerintahan Perdana Menteri Caretaker Yingluck Shinavatra.
Isara Vongkusolkit, Ketua Kamar Dagang Thailand, mengatakan, hal yang paling dipedulikan komunitas bisnis adalah iklim investasi jika aksi protes terus berlanjut. Ia mengaku kesulitan menjawab pertanyaan-pertanyaan investor asing tentang apa yang terjadi di Thailand.
"Jika calon investor asing tidak mengerti situasi di sini, hal itu dapat mempengaruhi keputusan investasi mereka," kata Isara, seperti dimuat laman Bangkok Post, Senin, 20 Januari 2014.
Rolf-Dieter Daniel, Presiden Pusat Bisnis Eropa Asean yang berbasis di Bangkok, mengatakan kekacauan politik berkepanjangan di Thailand mungkin sudah membuat takut calon investor sehingga beralih ke negara-negara Asean lainnya.
Dia mengatakan, investasi jangka panjang, khususnya proyek yang disponsori Dewan Investasi, mungkin dipertimbangkan kembali dan mengkaji lokasi lainnya.
Namun Isara mengatakan, investor asing yang telah hadir di Thailand lebih dari satu dekade, sebagian besar sudah memahami politik dan kampanye politik Thailand.
Laporan terbaru University of the Thai Chamber of Commerce memperkirakan aksi demonstrasi membuat belanja konsumen nasional akan menyusut sebesar 5-10 miliar baht (US$ 151 - 303 juta) jika shutdown berlangsung selama dua minggu.
Laporan itu memproyeksikan shutdown akan mengakibatkan kerugian ekonomi 700 juta hingga 1 miliar bath per hari (US$ 21,2 - 30,3 juta). Angka ini berasal dari konsumsi menurun sekitar 500 juta baht (US$ 15,1 juta) sehari dan hilangnya pengeluaran wisata 200-500 juta baht (US$ 6 juta - 15,1 juta) per hari.
Jika shutdown berlangsung sebulan, belanja konsumen mungkin mengkerut sebanyak 40 miliar baht (US$ 1,2 miliar), yang mempengaruhi produk domestik bruto 0,1-0,2 %.
BANGKOK POST | ABDUL MANAN