TEMPO.CO,WASHINGTON—Pemerintah Amerika Serikat menawarkan uang US$ 5 juta atau Rp 48, 7 miliar bagi siapapun yang dapat memberikan informasi untuk menangkap pemimpin pemberontak Pasukan Pembantu Tuhan (LRA) Uganda, Joseph Kony serta tiga penjahat perang Afrika lainnya.
Kony bersama kedua koleganya, Okot Odhiambo dan Dominic Ongwen dimasukkan dalam Program Perburuan Penjahat Perang Amerika Serikat, Rabu waktu setempat. Ikut masuk dalam daftar tersebut, Sylvestre Mudacumura, pemimpin kelompok pemberontak Rwanda, FDLR, yang berbasis di Kongo.
Baca Juga:
Mahkamah Kejahatan Internaional telah mendakwa mereka dalam beberapa kasus kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Stephen Rapp, Duta Besar Amerika Serikat untuk Masalah Kejahatan Perang, menyatakan langkah ini ditempuh sebagai upaya negara adidaya tersebut mengakhiri kejahatan perang di berbagai belahan dunia. Apalagi kelompok Kony menurut Rapp merupakan salah satu pemberontak paling kejam di dunia.
“Langkah ini sebagai bentuk keadilan terhadap seluruh korban lelaki, perempuan dan anak-anak yang tewas dalam pembantaian, pemerkosaan, amputasi, perbudakan maupun kejahatan lain,” kata Rapp di Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.
Baca Juga:
Pada Januari lalu, Presiden Amerika Serikat Barack Obama meneken undang-undang yang memperbolehkan negara tersebut memberikan hadiah uang untuk memburu penjahat perang di seluruh dunia.
Surat dakwaan terhadap Kony dan para pembantunya telah dikeluarkan Mahkamah Internasional sejak 2005 silam. Dalam kolom di Huffington Post, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry menulis bahwa selama 25 tahun terakhir Kony dan gerombolannya telah membunuh dan menyiksa anak-anak di seluruh penjuru Uganda, Kongo, Republik Afrika Tengah serta Sudan Selatan. “Ini harus dihentikan,” ujar Kerry.
Pasukan Kony terkenal kerap menculik anak-anak untuk dijadikan tentara atau budak seks. Para korban kerap dipotong tangannya untuk memberikan efek teror kepada rakyat.
Namun perburuan bersama tentara Uganda dan Amerika Serikat selama dua tahun terakhir terhadap Kony terpaksa dihentikan. Ini terpaksa dilakukan setelah kelompok pemberontak berhasil menguasai ibu kota Republik Afrika Tengah, Bangui.
L VOA | AL-JAZEERA | WALL STREET JOURNAL | SITA PLANASARI AQUADINI