TEMPO.CO, Havana - Presiden Kolombia Juan Manuel Santos, Selasa, 4 September 2012, mengumumkan pemerintahannya akan memulai perundingan dengan kelompok pemberontak FARC di Oslo, Norwegia, bulan depan.
Santos menjelaskan, kelompok pemberontak sayap kiri FARC setuju membicarakan berbagai masalah untuk mengakhiri konflik setengah abad yang menelan korban puluhan ribu orang.
"Pembicaraan pertama akan dimulai di Oslo pada pertengahan Oktober 2012, sebelum dilanjutkan di Havana," kata Santos. Dia menambahkan, pembicaraan akan diselesaikan dalam waktu beberapa bulan, bukan tahunan.
Pengumuman tersebut disampaikan Santos dalam acara konferensi pers di Havana, Selasa, 4 September 2012, dengan tuan rumah pemerintah Kuba.
Perundingan damai dengan kelompok pemberontak sengaja mengambil salah satu tempat di Kuba karena negeri berpaham komunis ini menjadi mediator upaya perdamaian antara pemerintah Kolombia dengan FARC.
Dalam dokumen yang diperoleh media, terdapat nama-nama anggota pemerintahan Kuba dan Norwegia selaku penjamin pertemuan. Sedangkan Venezuela dan Cile akan bertindak sebagai peninjau.
Sebuah siaran radio mewartakan, ada enam agenda penting yang bakal dibahas dalam pertemuan itu, antara lain soal reformasi agraria, politik, perdagangan obat bius, korban dan pemulihan nama baik, penyelesaian konflik, dan implementasi perdamaian. Persoalan ini pernah dibahas oleh pemerintah Kolombia dan FARC pada Februari 2012 lalu.
Dari pihak FARC tak disebutkan siapa yang bakal mewakili kelompok ini dalam perundingan. Delegasi FARC diyakini akan diwakili oleh anggota Sekretariat yang hampir semuanya tua di dalam hutan, termasuk Pablo Catatumbo dan Mauricio Jaramillo selaku pemimpin top militer. Nama lain yang disebut-sebut adalah Rodrigo Granda yang mengaku sebagai Menteri Luar Negeri FARC.
FARC memiliki sekitar 9.000 pejuang, namun beberapa tahun belakanan ini jumlah tersebut mengecil. Jumlah pasukaan tempur Tentara Pembebasan Nasional diperkirakan mencapai 3.000 orang.
Upaya perdamaian dengan FARC terakhir pada 2002, setelah tiga tahun dilakukan pembicaraan di Swiss. Sejak itu, pemberontak tak pernah sepakat lagi dengan gencatan senjata atau mengakhiri penculikan dan perdagangan obat bius.
AL JAZEERA | CHOIRUL