TEMPO.CO , London - Perempuan tersangka teroris, Samantha Lewthwaite, diduga berada di Somalia untuk merekrut dan melatih para perempuan yang dijadikan pasukan jihad.
Lewthwaite, bekas istri salah seorang pelaku pengeboman 7/7 di London, Inggris, terbang ke kota pesisir Kenya, Mombasa, pada Desember tahun lalu setelah polisi mengungkap rencana penyerangan terhadap hotel dengan bom kimia.
Sejak itu perempuan 28 tahun ini tak pernah menampakkan diri. Lewthwaite diburu oleh kepolisian Inggris, Kenya, dan Interpol.
Seperti dikutip sebuah blog di laman Muslim Youth Centre, sebuah gerakan radikal pro-jihad di Kenya, Lewthwaite berada di Somalia berkaitan dengan serangan teror di wilayah Afrika timur.
Blog yang ditulis seorang perempuan Tanzania simpatisan gerakan itu menyatakan Lewthwaite dikenal di lingkungan teroris sebagai "Dada Mzungu", yang berarti "saudari putih" dalam bahasa Swahili.
"Lebih dari lima kali 'Dada Mzungu' mengalahkan kaum kafir (non-Islam) di Kenya dan Tanzania,” perempuan itu menulis seperti dikutip Daily Telegraph, Ahad, 8 Juli 2012.
Dia menulis, "Dada Mzungu" menyerahkan hidupnya sebagai serdadu Allah. Di Somalia, dia menulis, Lewthwaite memimpin "pasukan teror mujahid yang seluruhnya perempuan" serta mengendalikan operasi melawan kaum kafir.
Sumber di kepolisian Mombasa mengatakan, menurut intelijen mereka, Lewthwaite berada di Somalia selatan. Dia dilindungi oleh al-Shabaab, tentara Islam militan Somalia.
“Kami tidak bisa mengatakan dia terkait dengan serangan teroris di Kenya, tapi ini sesuai dengan informasi kami bahwa dia bersama al-Shabaab di Somalia,” ujar seorang pejabat senior lembaga anti-teror Mombasa.
“Bahkan jika dia melatih orang di sana untuk jihad, dia akan menyadari kami menunggunya di sini dan dia tidak akan berhasil,” ujarnya.
Dalam catatan harian milik Lewthwaite yang ditemukan Maret silam terungkap dia menginginkan anaknya menjadi "mujahid". Hal itu terungkap setelah dia menyaksikan suaminya, Habib Saleh Ghani, yang diburu polisi Kenya, berbincang dengan kedua anaknya.
“Dia bertanya kepada putra saya yang berusia delapan tahun dan putri saya yang berusia lima tahun mau menjadi apa setelah besar nanti. Keduanya punya banyak jawaban, tapi keduanya setuju menjadi seorang mujahid,” tulisnya.
Pengeboman di London pada 7 Juli 2005, yang dikenal dengan pengeboman 7/7, merupakan serangkaian bom bunuh diri yang menyerang ibu kota Inggris itu. Targetnya, warga sipil yang menggunakan sistem transportasi umum pada jam-jam sibuk pagi hari.
Pada pagi hari itu empat tersangka teroris meledakkan empat bom. Tiga bom meledak di kereta bawah tanah London dan bom keempat meledak di bus tingkat di Lapangan Tavistock. Sejumlah 52 orang, termasuk empat tersangka, tewas dalam ledakan itu dan lebih dari 700 orang lainnya terluka.
TELEGRAPH | SAPTO YUNUS
Berita Terpopuler
Putri Kerajaan Arab Saudi Minta Suaka ke Inggris
Telat Suguhkan Hidangan, Koki Restoran Ditembak
Kim Jong Un Tonton Mickey Mouse dan Winnie?
Makin Banyak Sekolah di AS Pisahkan Siswa
Puluhan Ribu Orang Berburu ''Viagra'' di Himalaya
Jangan Makan Brokoli di Cina
Konser Anti Nuklir Digelar di Tokyo
Xanana Masih Emoh Bicara Koalisi