TEMPO.CO :- Untuk pertama kalinya kelompok milisi Taliban di Afganistan mengumumkan keinginan mereka untuk bernegosiasi dengan Washington menyusul pembukaan kantor baru Taliban di Qatar. Tawaran ini dinilai memberi harapan baru untuk mengakhiri perang panjang di Afganistan.
"Kami sekarang siap membuka kantor di luar negeri (Afganistan) bersamaan dengan kuatnya kesediaan kami dari dalam negeri untuk bernegosiasi dengan komunitas internasional," ujar Taliban dalam pernyataannya berbahasa Pasthun kepada wartawan.
Di Washington, juru bicara Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Victoria Nuland, belum memastikan tentang kesepakatan yang telah dicapai dengan Taliban. Namun ada indikasi AS ingin memainkan perannya. "Kami tidak mengetahui adanya keputusan resmi atau pernyataan resmi, tapi kami siap mendukung proses yang mendukung Afganistan," kata Nuland.
Dewan Tinggi Perdamaian Afganistan menyambut keinginan Taliban bernegosiasi sekaligus membuka kantor barunya di Qatar. "Tidak ada perbedaan pendapat atas pendirian kantor (Taliban) di Qatar, sehingga mereka mengetahui alamatnya. Dan dengan ini membantu negosiasi berjalan maju dengan mereka," ujar Kepala Departemen Hubungan Luar Negeri Dewan Tinggi Perdamaian Afganistan Mohammad Ismail Qasimyar.
Presiden Afganistan Hamid Karzai akhirnya memberi dukungan atas kesediaan Taliban melakukan negosiasi untuk mengakhiri konflik di Afganistan. Karzai juga akhirnya mendukung Taliban berkantor di Qatar. Meski ia sempat memprotesnya karena lebih memilih Arab Saudi atau Turki sebagai tempat Taliban berkantor.
Motivasi Taliban bersedia bernegosiasi dengan AS diduga untuk melepaskan para pemimpin Taliban yang ditahan di Teluk Guantanamo, Kuba. Taliban juga berharap AS dapat mengeluarkan mereka dari daftar teroris internasional yang membuat Taliban terisolasi.
Taliban pertama kali hadir di selatan Afganistan pada 1994, dan kemudian menguasai hampir seluruh kawasan Afganistan. Penguasa Taliban berakhir pada akhir 2001. Namun kemudian Taliban melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Karzai yang didukung Barat dan NATO selama satu dekade terakhir.
| WASHINGTON POST | RFE | MARIA RITA