TEMPO Interaktif, Jakarta -- Pemimpin Libya, Kolonel Muammar Qadhafi, dikabarkan menghilang setelah pemberontak menguasai hampir sebagian besar Ibu Kota Tripoli kemarin. Tank-tank dan para penembak jitu loyalis Qadhafi tinggal tersisa di beberapa bagian kota, termasuk markas Qadhafi di kawasan Bab al-Aziziyah.
"Pendukung rezim Qadhafi tinggal menguasai 15-20 persen ibu kota," ujar juru bicara pemberontak, seperti dikutip televisi Al-Jazeera. Perdana Menteri Libya kini dikabarkan sudah berada di Tunisia.
Sungguhpun begitu, baku tembak sporadis masih terdengar. "Revolusioner bertebaran. Baku tembak terdengar di mana-mana," ujar pemberontak yang mengaku bernama Abdulrahman. Dia mengatakan sejumlah tank pemerintah berada di dekat pelabuhan Tripoli dan kawasan dekat kampung Qadhafi, Bab al-Aziziyah.
Abdulrahman menuturkan para penembak jitu masih menjadi ancaman utama. Seorang pejabat pemerintah menyatakan, dalam serangan ke Tripoli itu, sedikitnya 376 orang dari kedua kubu tewas dan 1.000 lainnya terluka.
Upaya merebut Tripoli itu dilakukan kelompok revolusioner selama hampir 48 jam. Dari luar kota, mereka menjepit posisi-posisi Qadhafi. Di dalam kota mereka mengobarkan perlawanan. Sinyal kejatuhan Tripoli dimulai Ahad tengah malam lalu, saat konvoi pemberontak mulai merangsek tanpa perlawanan ke Green Square, lokasi simbolis tempat massa pro-Qadhafi sering berpawai pekan-pekan sebelumnya. Pemberontak kemudian merebut pemancar stasiun televisi pemerintah sehingga stasiun itu menghentikan siarannya.
Menanggapi kejatuhan Tripoli, pemimpin Dewan Transisi Nasional Libya, Mustafa Abdel Jalil, meminta rakyat Libya menahan diri, menjaga harta benda dan kehidupan orang lain. "Serta tidak main hakim sendiri," ujarnya di markas utama pemberontak, Benghazi.
Dari Prancis, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy kembali meminta pasukan Qadhafi menghentikan kebutaan setia kepada Qadhafi dan segera menyerahkan senjata kepada otoritas Libya yang sah. Namun imbauan itu tak digubris. Padahal dua putra Qadhafi sudah ditahan pemberontak, termasuk Saif al-Islam, yang bersama ayahnya dituntut dalam kejahatan atas kemanusiaan. Menurut media Arab, perlawanan kini dilakukan dua putra Qadhafi lainnya, Khamis dan Mutassim.
l Reuters | AP | Xinhua | Dwi Arjanto