Mereka tidak memiliki uang, tak mendapat makanan dan air, tidak mendapat bantuan internasional, serta tidak memiliki harapan untuk menyelamatkan diri. Apesnya, mereka juga menjadi sasaran kriminal. Pasukan bersenjata dan milisi Muammar Qadhafi yang memeriksa di pos-pos penjagaan di Tripoli merampok mereka, mengambil uang, barang berharga, juga simcard telepon selulernya.
Para imigran yang umumnya ilegal itu antara lain berasal dari Ghana dan Nigeria. Mereka hidup miskin di Libya. Mereka mengais sampah, tidur di bawah tenda yang dibuat dari selimut yang dikaitkan di atas pagar dan pohon. Banyak diantara mereka mati karena kelaparan.
Kini mereka berada di bandara udara di Tripoli. Sementara 200.000 warga asing lainnya telah dievakuasi.
Sementara orang Libya yang anti Qadhafi menaruh curiga pada mereka sejak Qadhafi menyewa tentara bayaran dari Afrika. "Jika mereka melihat orang berkulit hitam, langsung dipukul," kata Samson Adda, salah seorang penduduk Zawiyah.
Jumlah warga negara sub-Sahara Afrika di Libya mencapai 1,5 juta orang.
Kini mereka masih terjebak di tengah kekacauan di Libya karena tidak memiliki dokumen lengkap seperti paspor. Akibatnya mereka tidak bisa melintasi perbatasan. Dan mereka pun terlalu takut untuk keluar dari airport.
Pekerja sukarelawan internasional mengatakan tidak bisa menjangkau imigran yang berada di airport tersebut. Sebab, pemerintah Libya memperketat penjagaan dan kekerasan di Tripoli membuat mereka semakin sulit menjangkau mereka.
"Kami hanya bisa beroperasi di luar Benghazi," kata Jean-Philipe Chauzy, dari Organisasi Internasional untuk Migrasi.
New York Times | AQIDA SWAMURTI