Meskipun Kementerian Buruh telah memberikan penjelasan bahwa peristiwa yang menimpa pekerja asal Indonesia, Sumiati Salan Mustapa di Madinah, hanya sebagian kecil, namun para pekerja asing dan media setempat tak yakin. Kejadian itu, menurut mereka, sesungguhnya hal tersebut sudah biasa terjadi di masyarakat Saudi.
"Apa yang terjadi pada Sumiati juga terjadi pada pekerja asing lainnya, namun tak pernah dilaporkan," kata Aisha Matwani, pekerja asal Etiopia yang bekerja untuk keluarga Syria di Jedah.
Matwani mengatakan, dia mendengar banyak insiden kekerasan dari keluarga dan teman-temannya yang bekerja untuk keluarga Saudi. "Untuk itu, mengapa saya khawatir bekerja untuk keluaga Saudi. Kendati mereka bersedia membayar saya cukup tinggi SR1,500 (Rp 3,6 juta) sebulan, namun saya perlu mengingatkan kepada para pekerja asing agar menjaga keselamatan diri," katanya.
Ibrahim Shahid, seorang insinyur asal Pakistan yang bekerja untuk perusahaan konstruksi swasta, percaya ancaman bagi warga asing merupakan bagian dari kebiasaan warga Saudi.
"Mereka tidak tahu bagaimana berhubungan dengan orang lain. Mereka terbiasa menyiksa istri-istrinya, anak-anak, dan saudara-saudara perempuannya. Menyiksa pembantu dan pekerja merupakan bagian dari hidup mereka," paparnya.
"Warga Saudi beranggapan bahwa seluruh pekerja asing, baik yang berpendidikan maupun tidak, di Kerajaan harus melayani warga Saudi karena sudah dibayar," lanjutnya.
Pengakuan lain disampaikan oleh Kamal al-Sha'er, seorang penjaga toko asal Palestina dan ayah tiga anak. Dia mengatakan, warga Saudi gemar menyiksa pekerja asing. "Mereka melakukannya tanpa kontrol dan beranggapan para pekerja akan diam saja jika disiksa," kata al-Sha'er.
Saud al-Kateb, salah seorang anggota the Asbar Centre for Studies, Research and Communications, mengatakan bahwa kasus Sumiati sengaja ditutupi namun masyarakat tak bisa menjeneralisir kejadian itu juga dilakukan oleh seluruh warga Saudi.
"Kami tak bisa menjeneralisir bahwa seluruh warga Saudi suka menyiksa pekerja asing. Sayangnya, warga Saudi tidak mengerti hak-hak para pekerja. Mereka memperlakukan pekerja seperti robot," ujar al-Kateb.
"Kebiasaan orang Saudi tidak bisa diterima oleh pihak lain, misalnya mereka suka menghina pembantu sepanjang waktu. Penghinaan itu tidak hanya ditujukan kepada orang yang lebih tua tetapi juga pada pembantu. Anehnya, kebiasaan itu dilakukan pula oleh anak-anak karena belajar dari orang tua mereka," ujarnya. Menginggit pembantu, imbuhnya, fenomena biasa di kalangan keluarga Saudi.
Sayang sekali data statistik kekerasan terhadap pembantu di Saudi tidak ada. Menurut Kementerian Buruh, pembantu asing dari berbagai negara di Kerajaan saat ini mencapai 670 ribu orang.
"Para pekerja asing menunjukkan respek yang lebih baik dibandingkan warga Saudi. Ketika seorang pembantu bekerja untuk keluarga asing, mereka sesekali mendapatkan cuti. Sebaliknya bila mereka bekerja untuk keluarga Saudi, harus mengikuti aturan ketat," tutur al-Kateb.
"Perempuan Saudi selalu menuduh pembantu asing berperilaku tak bermoral, meskipun itu tidak benar. Para pembantu asing yang telah meninggalkan negaranya untuk bekerja dan mendapatkan uang, kelak uang tersebut dibawa pulang untuk keluarganya. Mereka tak mungkin memiliki hubungan dan melukai keluarga tempat mereka bekerja," ujar al-Kateb.
ARAB NEWS | CHOIRUL