TEMPO Interaktif, Nairobi - Geng kecil bajak laut Somalia menembaki sebuah kapal yang mendekat, berharap serangan tengah malam mereka akan memberi mereka jutaan uang tebusan. Para bandit itu tidak mengira mereka telah menyerang sebuah kapal perang Amerika Serikat.
The USS Nicholas, frigate berpeluru kendali, melacak para perompak ketika mereka melepaskan tembakan hari Kamis pagi di perairan Samudera Hindia, kata militer AS. The Nicholas, yang terlibat pertempuran di Perang Teluk pertama, membalas tembakan dan melumpuhkan perahu itu.
Personil Angkatan Laut kemudian menahan tiga tersangka. Personil Amerika menemukan dua bandit pada kapal besar terdekat dan kemudian menenggelamkan perahu tersebut.
Kejadian itu bukan serangan pertama terhadap sebuah kapal Angkatan Laut, tetapi menggarisbawahi kenyataan bahwa kebanyakan bajak laut tidak terlalu canggih, kata Roger Middleton, seorang ahli pembajakan di Chatham House, Inggris.
"Jika Anda memikirkan laki-laki muda yang melakukan hal ini, mereka pergi ke tengah laut dengan perahu kecil. Mereka mungkin tidak selalu membuat keputusan yang rasional, dan mereka sering menyerang hal-hal yang lebih besar dari yang seharusnya (mereka serang)," kata Middleton.
"Ini juga sangat mungkin bahwa mereka tidak memiliki pemahaman penuh target serangan mereka. Mungkin mereka hanya melihat sebuah kapal besar yang mereka pikir bernilai banyak uang," katanya.
Kekuatan angkatan laut Internasional telah meningkatkan kekuatan di perairan Afrika Timur dalam upaya untuk menggagalkan pembajakan yang semakin meningkat. Serangan hari Kamis terjadi antara pantai Kenya dan negara kepulauan Seychelles, kata juru bicara Angkatan Laut Letnan Patrick Foughty.
Mei lalu, bajak laut mengejar kapal perang Angkatan Laut AS dan menembaknya. Kapal itu, yang berfungsi sebagai penjara untuk menangkap bajak laut, meningkatkan kecepatan dan menghindari serangan itu. Kapal angkatan laut Perancis dan Belanda juga telah diserang oleh bajak laut.
AP | EZ