Menurut CPJ, 29 wartawan tewas dalam satu insiden bermotif politik di Filipina pada November 2009. CPJ menilai kejadian tersebut merupakan yang terburuk.
Akan tetapi, lanjut CPJ, ada pula trend yang mengkhawatirkan. Ada dua negara yang mempidanakan wartawan karena tugas mereka: Cina dengan 24 wartawan dipenjara serta Iran dengan 23 orang juru warta dibui. Kedua negara tersebut juga dinilai mengekang kebebasan berekspresi para narablog dan pengguna internet. Menurut CPJ, hingga saat ini ada 47 wartawan dipenjara di Iran.
“Gambarannya sedikit mengkhawatirkan,” ujar Deputy Director of CPJ Robert Mahoney dalam jumpa pers. Mahoney mengatakan sedikitnya 136 reporter dipenjara tahun lalu.
Pemerintah di berbagai negara juga menggunakan internet untuk melawan kritik. Salah satu kawasan yang disorot CPJ adalah Timur Tengah.
Menurut Mahoney, di Tunisia, para hacker menghancurkan seluruh jaringan arsip surat kabar web Kalima. Sedangkan, pemerintah Iran membobol situs jaringan sosial seperti Facebook dan Twitter untuk mencari para pengkritik dan rekan-rekan pengkritik.
“Mereka menggunakan teknologi yang seharusnya membebaskan pers, untuk melawan pers. Ini merupakan perkembangan yang mengkhawatirkan,” ujar Mahoney.
Perwakilan Tunisia di Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak bisa dimintai keterangan mengenai jumpa pers dari CPJ. Sedangkan, perwakilan Iran di PBB tidak merespons permintaan untuk menanggapi pernyataan CPJ.
Menurut CPJ, dari 71 wartawan yang tewas, 51 orang dibunuh. Sedangkan, 24 wartawan yang meninggal saat ini masih diselidiki apakah itu terkait tugas jurnalistik mereka. Sebelumnya, rekor jumlah wartawan yang tewas karena menjalankan tugasnya terjadi pada 2007 yaitu dengan jumlah 61 jurnalis tewas.
Mahoney meminta Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengindahkan masalah kebebasan berekspresi. Juru Bicara Ban, Marie Okabe, mengatakan, “Ban sangat vokal dalam hal mendorong kebebasan pers dan membela hak-hak jurnalis.”
NYTIMES| KODRAT SETIAWAN