"Trump akan memberlakukan persyaratan yang sangat ketat terhadap Iran atau membiarkan Israel melakukan serangan terarah terhadap fasilitas nuklirnya. Ia sepenuhnya mendukung tindakan militer terhadap Iran," kata Abdelaziz al-Sagher, kepala lembaga pemikir Gulf Research Center. "Hari impian Netanyahu adalah Trump kembali ke Gedung Putih," katanya.
Seorang pejabat senior Iran yang menolak disebutkan namanya mengatakan bahwa Teheran siap menghadapi semua skenario. "Kami (selama beberapa dekade) secara konsisten menemukan cara untuk mengekspor minyak, menghindari sanksi keras AS dan telah memperkuat hubungan dengan seluruh dunia, tidak peduli siapa yang berada di Gedung Putih."
Namun pejabat Iran lainnya mengatakan kemenangan Trump akan menjadi mimpi buruk. "Ia akan meningkatkan tekanan pada Iran untuk menyenangkan Israel, memastikan sanksi minyak ditegakkan sepenuhnya. Jika demikian, kami akan lumpuh secara ekonomi.”
Dalam pidato kampanyenya pada Oktober, Trump menyatakan enggan berperang dengan Iran. Namun ia menegaskan bahwa Israel harus menyerang nuklir Iran terlebih dahulu dan memikirkan sisanya kemudian. Ia menanggapi serangan rudal Iran terhadap Israel pada 1 Oktober.
"Kenyataannya adalah Trump akan mendukung Netanyahu dan memberinya lampu hijau untuk melakukan apa pun yang diinginkannya," kata Hassan Hassan, seorang penulis dan peneliti kelompok Islam. "Trump jauh lebih buruk (daripada Harris) untuk Iran."
Hassan mencatat bahwa Washington telah mendelegasikan sebagian besar tanggung jawab kepada Israel dalam konflik dengan Iran dan proksinya. “AS cukup terlibat dalam hal ini sehingga mendukung Israel, mungkin lebih dari sebelumnya. Kali ini, situasinya benar-benar buruk bagi Iran. Iran dianggap sebagai masalah oleh Partai Republik dan Demokrat."
Selain Trump, Kamala Harris juga menanggap Iran sebagai kekuatan berbahaya dan mengganggu stabilitas di Timur Tengah. Ia mengatakan AS berkomitmen terhadap keamanan Israel. AS akan bekerja sama dengan sekutu untuk menghentikan perilaku agresif Iran.
REUTERS
Pilihan editor: Lima Perusahaan di Singapura Kena Sanksi AS, Dukung Perang Rusia di Ukraina