TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, mendesak pasukan nuklir negaranya untuk mempertahankan kesiagaan tinggi, menurut laporan media pemerintah pada Rabu, 23 Oktober 2024.
Kim menyampaikan seruan tersebut saat mengunjungi pangkalan rudal strategis Korea Utara, ditemani sejumlah pejabat senior, termasuk saudara perempuannya, Kim Yo Jong, menurut Kantor Berita Pusat Korea (KCNA).
Kim memuji pasukan rudal strategis sebagai pilar utama strategi pertahanan nasional Korea Utara. Dia menekankan pentingnya memprioritaskan dan memodernisasi kekuatan tersebut sebagai bagian dari tujuan yang lebih besar untuk memperkuat kemampuan militer negara itu.
Mengacu pada meningkatnya kehadiran aset-aset nuklir strategis AS di kawasan, Kim mengatakan bahwa dalam beberapa kesempatan baru-baru ini, sarana nuklir strategis AS menimbulkan ancaman yang semakin meningkat terhadap lingkungan keamanan Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK).
Anggota parlemen Korea Selatan mengatakan bahwa Korea Utara telah berjanji untuk menyediakan sekitar 10.000 tentara untuk Rusia dalam perang Rusia-Ukraina. Mereka akan dikerahkan hingga Desember 2024, menurut anggota parlemen tersebut kepada wartawan setelah diberi pengarahan oleh badan intelijen nasional Korea Selatan.
"Tanda-tanda pasukan yang dilatih di dalam Korea Utara terdeteksi pada bulan September dan Oktober," kata Park Sun-won, anggota komite intelijen parlemen, setelah pengarahan.
Senjata Nuklir Korea Utara
Korea Utara menyatakan bahwa persenjataan nuklir dan rudal balistiknya diperlukan untuk menghadapi ancaman dari Amerika Serikat dan sekutunya, yang berperang melawan Korea Utara dalam Perang Korea 1950-1953.
Pyongyang juga sering memamerkan senjata-senjata ini sebagai simbol prestise nasional dan bukti kekuatan negara. Menurut Arms Control Association yang berbasis di Amerika Serikat, Korea Utara memiliki kemampuan untuk mengirimkan senjata nuklir melalui berbagai sistem rudal berbasis darat, termasuk rudal balistik antarbenua (ICBM) yang mampu menjangkau daratan utama Amerika Serikat.
Media pemerintah Korea Utara telah menampilkan foto berbagai jenis hulu ledak, tetapi negara itu tidak pernah mengungkapkan jumlah senjata yang dimilikinya, dan para analis serta badan intelijen asing hanya memiliki perkiraan kasar. Pada Juli, sebuah laporan dari Federation of American Scientists menyimpulkan bahwa Korea Utara mungkin telah menghasilkan cukup bahan fisil untuk membangun hingga 90 hulu ledak nuklir, namun kemungkinan baru merakit sekitar 50.
Lee Sang-kyu, pakar teknik nuklir di Korea Institute for Defense Analysis di Korea Selatan, memperkirakan Korea Utara memiliki 80-90 hulu ledak nuklir berbasis uranium dan plutonium, dengan angka yang diperkirakan akan meningkat menjadi 166 pada 2030.
Korea Utara memiliki fasilitas yang tersebar di seluruh negeri yang mendukung program nuklirnya, termasuk tambang untuk pengumpulan uranium mentah, fasilitas pengayaan dan reaktor nuklir untuk mengubah uranium dan plutonium menjadi bahan bakar bom, serta pabrik perakitan senjata.
Dibangun pada akhir 1950-an dengan bantuan Soviet, Pusat Penelitian Ilmiah Nuklir Yongbyon memiliki setidaknya tiga reaktor yang menurut Korea Utara bertujuan untuk menghasilkan listrik. Pusat ini juga memiliki fasilitas fabrikasi bahan bakar dan pabrik pemrosesan ulang plutonium, tempat material berkualitas senjata dapat diekstraksi dari batang bahan bakar bekas, menurut Nuclear Threat Initiative (NTI), sebuah lembaga think-tank yang berbasis di Washington.
Korea Utara diketahui telah melakukan enam uji coba nuklirnya pada 2006, 2009, 2013, 2016, dan 2017. Para analis meragukan klaim Korea Utara bahwa ledakan pada Januari 2016 adalah bom termonuklir pertama mereka, tetapi meyakini bahwa senjata semacam itu kemungkinan telah diuji pada 2017 dalam sebuah ledakan yang jauh lebih besar daripada uji coba sebelumnya.
ANANDA RIDHO SULISTYA | DEWI RINA CAHYANiI I ANTARA | REUTERS
Pilihan Editor: Terlibat Perang Rusia-Ukraina, Seberapa Kuat Militer Korea Utara?