TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrei Rudenko kunjungan kerja ke Beijing pada Rabu, 30 Oktober 2024, untuk menemui Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi. Kantor berita RIA mewartakan hingga berita ini diturunkan masih belum diketahui misi apa yang dibawa Rudenko, 62 tahun, dalam lawatannya itu, termasuk apa yang hendak didiskusikan dengan Wang.
Rudenko diketahui sebagai diplomat senior Rusia yang fasih berbahasa Inggris dan Mandarin. Kunjungan kerja Rudenko dilakukan di tengah kondisi perang Ukraina yang memburuk, di mana NATO dan Korea Selatan mengutarakan kekhawatiran kalau tentara Korea Utara mungkin bergabung dengan tentara Rusia dalam perang Ukraina.
Rudenko diketahui telah terlibat dalam hubungan Rusia – Korea Utara setelah Moskwo melancarkan invasi penuh ke Ukraina pada Februari 2022. Rudenko juga diketahui bagian dari delegasi Rusia dalam negosiasi damai dengan Ukraina saat awal perang Ukraina meletup.
Dua bulan sebelum Presiden Rusia Vladimir Putin mengirimkan tentara Rusia bertempur ke Ukraina, Rudenko mengatakan negara-negara bekas pecahan Uni Soviet akan selalu menjadi bagian dari prioritas geopolitik Rusia.
“Kemanapun negara-negara ini berjalan, seperti apa perkembangan mereka, mereka akan selalu menjadi prioritas di antara geopolitik kami apapun kontek geopolitiknya. Ini adalah bagian dari persamaan negara-negara bekas Uni Soviet,” kata Rudenko pada Desember 2021.
Sebelumnya Presiden Cina Xi Jinping dan Putin pada Mei 2024 menjanjikan "era baru" kemitraan antara dua rival terkuat Amerika Serikat, yang mereka anggap sebagai hegemoni Perang Dingin yang agresif dan menebarkan kekacauan di seluruh dunia.
"Saat ini, dunia sedang mengalami perubahan yang belum pernah terjadi dalam seratus tahun terakhir, situasi internasional terjalin dengan kekacauan," kata Xi kepada Putin di kota Kazan, Rusia, pada pembukaan KTT BRICS, 21 Oktober 2024.
"Namun, saya sangat yakin bahwa persahabatan antara Cina dan Rusia akan terus berlanjut selama beberapa generasi, dan tanggung jawab negara-negara besar terhadap rakyatnya tidak akan berubah."
Rusia, yang berperang melawan pasukan Ukraina yang didukung NATO, dan Cina, yang berada di bawah tekanan dari upaya gabungan Amerika Serikat untuk melawan kekuatan militer dan ekonominya yang terus meningkat, semakin menemukan tujuan geopolitik yang sama.
Rusia dan Cina, yang menolak penghinaan yang dirasakan atas runtuhnya Soviet 1991 dan dominasi kolonial Eropa selama berabad-abad di Cina, telah berusaha untuk menggambarkan Barat sebagai dekaden dan mengalami kemunduran.
Amerika Serikat menganggap Cina sebagai pesaing terbesarnya dan Rusia sebagai ancaman negara-bangsa terbesarnya. Presiden Joe Biden menyebut Xi sebagai "diktator" dan mengatakan bahwa Putin adalah "pembunuh" dan bahkan "orang yang gila". Beijing dan Moskow telah memarahi Biden atas komentar tersebut.
Sumber: Reuters
Pilihan editor: Jenderal Korea Utara Diterjunkan Bantu Rusia dalam Perang Ukraina
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini