TEMPO.CO, Jakarta - Lebih dari 2 ribu akademisi menandatangani surat terbuka yang menuntut Menteri Pendidikan Jerman Bettina Stark-Watzinger mengundurkan diri karena berupaya memberi sanksi kepada mereka yang mendukung hak mahasiswa untuk melakukan unjuk rasa pro-Palestina.
“Akademisi di Jerman mengalami serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap hak-hak dasar mereka, pada peringatan 75 tahun Undang-Undang Dasar,” kata para akademisi dalam sebuah pernyataan pada Jumat, 14 Juni 2024, seperti dikutip kantor berita Anadolu.
Stark-Watzinger semakin mendapat kecaman setelah laporan media mengungkap kementeriannya telah memeriksa surat terbuka yang dirilis oleh para akademisi tersebut, dan sejak bulan lalu mulai meninjau kemungkinan menghentikan dana untuk studi mereka. Para akademisi menekankan tindakan yang diambil Kementerian Pendidikan Jerman baru-baru ini membuat posisi Stark-Watzinger sebagai menteri tidak dapat dipertahankan.
Mereka berpendapat, penarikan dana secara ad personam atas dasar pernyataan politik yang mereka buat bertentangan dengan isi Undang-Undang Dasar Jerman, yang menjamin pengajaran dan penelitian gratis.
“Perintah internal untuk memeriksa sanksi politik semacam itu merupakan tanda ketidaktahuan konstitusional dan penyalahgunaan kekuasaan secara politik,” kata para akademisi.
Rencana pemerintah Jerman melakukan penarikan dana penelitian dinilai “menggambarkan semakin besarnya keretakan antara pengambil keputusan di Kementerian Pendidikan dan Penelitian Federal” dan akademisi yang melakukan penelitian dan pengajaran.
“Melalui efek intimidasinya saja, tindakan Menteri ini berisiko merusak secara permanen hak kebebasan akademik yang telah diperoleh dengan susah payah dari campur tangan politik dan negara,” kata para akademisi.
Pada 8 Mei 2024, lebih dari 300 akademisi dari universitas-universitas Berlin menyatakan dukungan mereka terhadap para mahasiswa yang mendirikan kamp protes pro-Palestina di kampus Freie Universität Berlin.
“Terlepas dari apakah kami setuju dengan tuntutan khusus dari kamp protes, kami membela mahasiswa kami, dan membela hak mereka untuk melakukan protes damai, yang juga mencakup pendudukan halaman universitas,” kata mereka.
Para akademisi menuduh manajemen universitas menjadikan para demonstran sebagai sasaran “kekerasan polisi.”
Laporan media Jerman mengungkap bahwa beberapa hari setelah surat terbuka ini, kantor Stark-Watzinger memulai tinjauan hukum untuk mengkaji kemungkinan sanksi berdasarkan undang-undang kepegawaian dan hukum pidana terhadap para akademisi, termasuk opsi untuk mencabut pendanaan untuk studi mereka.
Setelah terungkap, beberapa media menerbitkan kritik terhadap keputusan itu. Surat kabar der Freitag mengatakan Stark-Watzinger “membahayakan kebebasan akademik dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya”. Radio Deutschlandfunk beranggapan pemerintah Jerman boleh saja menolak isi surat terbuka itu, namun mempertimbangkan penarikan dana penelitian hanya karena para akademisi mengungkapkan pendapat secara terbuka adalah hal yang “benar-benar tidak dapat diterima”.
ANADOLU
Pilihan editor: Jika Perang Melawan Israel, Ini yang akan Dihadapi Lebanon
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini