TEMPO.CO, Jakarta - Laporan kelompok HAM terkemuka di Eropa yang dipublikasi pada Kamis, 20 Juni 2024, mengungkap warga Ukraina yang meninggalkan rumah mereka akibat invasi Rusia menerima perlakuan yang lebih baik dibandingkan orang-orang yang mengungsi akibat perang dan keadaan darurat lainnya. Negara-negara anggota Uni Eropa (UE) pun diminta memberi dukungan yang setara terhadap semua pengungsi perang.
Dalam laporan tahunannya, komisi antirasisme Dewan Eropa (ECRI) mengatakan upaya yang “mengagumkan” telah dikerahkan untuk mendukung warga Ukraina sejak Rusia menginvasi negara tersebut pada Februari 2022. Namun, dikatakan perlakuan terhadap warga Ukraina bervariasi, tergantung pada etnis mereka.
Misalnya, akomodasi yang ditawarkan kepada warga suku Romani dengan kewarganegaraan Ukraina memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kondisi akomodasi yang ditawarkan kepada warga Ukraina lainnya dalam situasi yang sama, kata ECRI. Untuk diketahui, suku Romani atau orang Rom merupakan kelompok etnis yang leluhurnya bisa ditelusuri hingga ke India bagian utara.
Tak lama setelah dimulainya perang di Ukraina, Uni Afrika mengatakan pihaknya merasa terganggu dengan laporan bahwa warga dari benua Afrika di Ukraina tidak diberi hak untuk melintasi perbatasan demi keselamatan mereka. ECRI mencatat, perbedaan signifikan juga terlihat antara kualitas pusat penerimaan dan layanan yang diberikan kepada warga Ukraina dibandingkan dengan pengungsi dan pencari suaka dari negara lain.
“Kenormalan baru seharusnya adalah menyambut semua orang dari mana pun seperti orang Ukraina (disambut),” kata sekretaris eksekutif ECRI Johan Friested pada konferensi pers, seperti dikutip Reuters.
Pada konferensi pers yang sama, ketua ECRI Bertil Cottier menanggapi pertanyaan tentang apakah ada lebih banyak solidaritas terhadap warga Ukraina karena sebagian besar dari mereka berkulit putih. Ia mengatakan, “Ketika orang-orang kurang lebih (sama) seperti Anda, segalanya selalu lebih mudah.”
ECRI mengatakan semua pengungsi, terlepas dari kebangsaan, warna kulit atau agama mereka, harus diberikan perlindungan dan dukungan yang memadai. Kelompok itu mencatat adanya laporan insiden kebencian anti-Ukraina, namun secara keseluruhan wacana publik tetap berupa solidaritas dan dukungan. Narasi permusuhan, termasuk yang dilakukan oleh politikus, lebih banyak terjadi terhadap orang-orang dari belahan dunia lain, menurut ECRI.
Menurut data statistik dari badan PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR), sampai Februari 2024, ada sekitar 6 juta pengungsi Ukraina di seluruh Eropa dan hampir 6,5 juta di seluruh dunia.
Selain soal pengungsi perang Ukraina, laporan ECRI juga mengatakan jumlah insiden kebencian terhadap umat Islam telah meningkat setelah serangan oleh kelompok Palestina Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, serangan tersebut memicu operasi militer besar-besaran oleh Israel di Gaza yang kini telah menewaskan setidaknya 37.396 orang.
“Umat Islam dipersalahkan atas serangan itu … berdasarkan stereotip terhadap seluruh komunitas dan anggapan mereka terkait dengan penggunaan kekerasan,” kata ECRI.
Beberapa negara Eropa juga mengalami peningkatan antisemitisme, mulai dari ujaran kebencian, termasuk ancaman pembunuhan, dan tindakan vandalisme terhadap situs-situs keagamaan Yahudi hingga serangan fisik terhadap orang Yahudi. “Meskipun kritik terhadap Israel tidak bisa dianggap antisemit, seruan untuk membunuh orang Yahudi bisa dianggap antisemit,” kata ECRI.
REUTERS
Pilihan editor: Putin Ajak Kim Jong Un Berkeliling Pyongyang dengan Limusin Buatan Rusia
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini