Biden menanggapi aksi mahasiswa ini. Ia mengatakan bahwa orang Amerika mempunyai hak untuk melakukan protes tetapi tidak untuk melancarkan kekerasan.
“Penghancuran properti bukanlah protes damai,” katanya di Gedung Putih. "Ini melanggar hukum. Vandalisme, masuk tanpa izin, memecahkan jendela, menutup kampus, memaksa pembatalan kelas dan wisuda - semua ini bukanlah protes damai."
Di UCLA, polisi berulang kali mendesak para demonstran untuk mengosongkan zona protes, yang menempati alun-alun pusat seukuran lapangan sepak bola, sebelum mereka masuk.
Lusinan ledakan keras terdengar dari granat kejut yang ditembakkan oleh polisi, sementara para demonstran, beberapa membawa perisai dan payung darurat, meneriakkan "dorong mereka mundur" dan menyorotkan cahaya terang ke mata petugas.
Tayangan TV langsung menunjukkan petugas membongkar tenda dan menghancurkan barikade darurat.
Beberapa pengunjuk rasa terlihat mengenakan topi, kacamata dan masker respirator untuk mengantisipasi pengepungan tersebut. Perlengkapan itu digunakan sehari setelah universitas menyatakan perkemahan itu melanggar hukum.
Pada pagi hari, alun-alun dipenuhi sisa-sisa perkemahan yang hancur. Tenda roboh, selimut, wadah makanan, bendera Palestina berantakan, dan helm yang terbalik. Polisi tetap berjaga pada paruh pertama hari itu saat area tersebut dibersihkan dari puing-puing.
Di Portland, Oregon, polisi memasuki perpustakaan Universitas Negeri Portland pada Kamis pagi, tempat para demonstran melakukan barikade sejak Senin. Beberapa lusin pengunjuk rasa berlari keluar gedung dan menyerbu barisan petugas antihuru-hara, yang kemudian menangkap mereka.
Polisi melakukan lebih banyak penangkapan di perpustakaan pada Kamis malam ketika para demonstran berusaha untuk merebut kembali perpustakaan tersebut. Seorang juru bicara universitas mengatakan ini adalah “situasi yang sangat berubah-ubah.”
Di New Hampshire, polisi menangkap sekitar 100 pengunjuk rasa dalam insiden terpisah di Universitas Dartmouth dan Universitas New Hampshire semalam, sehingga membubarkan perkemahan.
Protes tersebut menyusul serangan mematikan pada 7 Oktober di Israel selatan oleh militan Hamas dari Jalur Gaza, yang menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan puluhan orang disandera, dan serangan Israel berikutnya yang telah menewaskan sekitar 34.000 orang dan menciptakan krisis kemanusiaan.
Demonstrasi di kampus tersebut ditanggapi dengan para pengunjuk rasa tandingan yang menuduh mereka mengobarkan kebencian anti-Yahudi. Pihak pro-Palestina, termasuk beberapa orang Yahudi yang menentang tindakan Israel di Gaza, mengatakan bahwa mereka secara tidak adil dicap sebagai antisemit karena mengkritik pemerintah Israel dan menyatakan dukungan terhadap hak asasi manusia.
REUTERS
Pilihan editor: Kunjungan Kerja ke Turkiye, Retno Marsudi Bawa Isu Palestina