TEMPO.CO, Jakarta - Tragedi penusukan massal di sebuah pusat perbelanjaan Bondi, Sydney, Australia baru-baru ini, tepatnya Sabtu pekan lalu 13 April 2024 menjadi topik perbincangan dunia. Pasalnya Australia dikenal sebagai negara yang memiliki peraturan ketat mengenai senjata tajam termasuk pisau.
Dalam 3 hari berselang, terjadi lagi kasus penusukan. Polisi Australia pada Selasa 16 April 2024 mengatakan penusukan terhadap seorang uskup gereja Asiria dan beberapa pengikutnya di Sydney adalah tindakan teror.
Baca juga:
Aksi ini dimotivasi oleh dugaan ekstremisme agama, ketika negara itu belum pulih dari insiden penikaman kedua dalam tiga hari.
Dilansir dari situs Al Jazeera, polisi setempat akhirnya berhasil mengidentifikasi pelaku yang melakukan penikaman massal di Westfield Bondi Junction hingga menewaskan 6 orang pengunjung dan beberapa lainnya masih dirawat di rumah sakit.
Menurut keterangan Asisten Komisaris Polisi New South Wales Anthony Cooke, pria berusia 40 tahun tersebut berasal dari negara bagian Queensland di timur laut Australia dan dikenal oleh penegak hukum.
Pelaku yang diidentifikasi bernama Joel Cauchi itu akhirnya ditembak mati oleh seorang polisi wanita senior di tempat kejadian setelah dirinya menyerang pembeli di pusat perbelanjaan Bondi.
Berdasarkan penyelidikan, pelaku tersebut beraksi sendirian dan tercatat menderita penyakit mental sehingga dalam tragedi di pusat perbelanjaan Bondi itu tidak diindikasikan sebagai tindakan yang mengarah ke terorisme.
Media lokal melaporkan bahwa ratusan pengunjung dievakuasi akibat serangan penusukan tersebut, bahkan ibu dan bayi berusia 9 bulan turut menjadi korban.
Kasus kejahatan yang menggunakan pisau itu disebut jarang terjadi di Australia karena negara ini dikenal memiliki peraturan paling ketat di dunia terkait penggunaan senjata dan pisau.
Menurut laporan The Guardian, statistik menunjukkan bawah penyerangan dan perampokan menggunakan pisau di Australia berada di titik terendah dalam kurun waktu 20 tahun. Selain itu, jumlah orang yang menggunakan pisau di depan umum juga tetap stabil selama beberapa tahun terakhir dan hanya dua orang yang diadili karena menggunakan pisau di sebuah sekolah selama satu dekade terakhir. Meski begitu, pada bulan Februari lalu terjadi penikaman yang menewaskan seorang lansia bernama Vyleen White dengan pelakunya yang masih remaja.
The Guardian juga melaporkan, memiliki pisau di depan umum akan dikenakan hukuman maksimum 18 bulan penjara untuk pelanggaran pertama berdasarkan perubahan yang diumumkan oleh pemerintah Queensland setelah kematian Vyleen White.
Hukuman maksimum untuk pelanggaran pertama berupa kepemilikan pisau akan meningkat dari 12 menjadi 18 bulan, sedangkan hukuman maksimum untuk pelanggaran berikutnya akan berlipat ganda dari 12 bulan menjadi 2 tahun.
Di sisi lain, pada 2023 Pemerintah New South Wales (NSW) juga memperkenalkan undang-undang baru yang akan melipatgandakan hukuman maksimum yang ada untuk kejahatan pisau tertentu, termasuk penusukan.
Mengutip dari laman resmi pemerintah NSW, aturan mengenai pelanggaran-pelanggaran tersebut diatur di bagian 11C dan 11E dari Ringkasan Pelanggaran Act. Hukuman penjara maksimum untuk pelanggaran-pelanggaran ini akan meningkat dari 2 tahun menjadi 4 tahun. Denda maksimum untuk kepemilikan pisau akan meningkat dari $2200 menjadi $4400, dan untuk memegang pisau menjadi $11,000.
Namun, pemberitahuan pelanggaran penalti masih dapat diberikan kepada orang dewasa untuk pelanggaran pertama kepemilikan pisau, yang berarti orang tersebut tidak perlu menghadiri pengadilan.
Hukuman maksimum yang lebih ketat diterapkan untuk memberikan pesan tentang keseriusan terhadap kejahatan menggunakan pisau.
AL JAZEERA | NSW
Pilihan editor: Polisi Tetapkan Penusukan Uskup di Sydney Sebagai Serangan Teror