TEMPO.CO, Jakarta - Israel mengatakan pada Minggu bahwa mereka telah menarik mundur pasukan dari Gaza selatan, dengan hanya menyisakan satu brigade. Laporan ini muncul ketika Israel dan Hamas mengirim tim ke Mesir untuk melakukan pembicaraan baru mengenai potensi gencatan senjata dalam konflik yang telah berlangsung selama enam bulan terakhir.
Militer Israel mengatakan mereka telah menarik pasukan daratnya dari Jalur Gaza selatan, termasuk Khan Younis, di tengah laporan yang bertentangan mengenai skala dan durasi penarikan tersebut.
“Hari ini, Minggu 7 April, divisi komando ke-98 IDF telah menyelesaikan misinya di Khan Younis. Divisi tersebut meninggalkan Jalur Gaza untuk memulihkan diri dan mempersiapkan operasi di masa depan,” kata tentara dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu.
“Kekuatan signifikan yang dipimpin oleh divisi 162 dan brigade Nahal terus beroperasi di Jalur Gaza dan akan menjaga kebebasan bertindak IDF dan kemampuannya untuk melakukan operasi berbasis intelijen yang tepat,” katanya.
Juru bicara militer tidak memberikan rincian mengenai alasan penarikan tentara atau jumlah tentara yang terlibat. Namun, Menteri Pertahanan Yoav Gallant mengatakan pasukannya akan bersiap untuk operasi masa depan di Gaza.
Militer mengkonfirmasi laporan penarikan tersebut kepada kantor berita Reuters, namun menambahkan bahwa satu brigade masih tersisa, tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Brigade Israel biasanya terdiri dari beberapa ribu tentara.
Penduduk Palestina di kota Khan Younis di Gaza selatan, yang menjadi sasaran pengeboman Israel dalam beberapa bulan terakhir, mengatakan mereka telah melihat pasukan Israel meninggalkan pusat kota dan mundur ke distrik timur.
Petugas medis mengatakan mereka menemukan setidaknya 12 mayat warga Palestina di daerah tersebut. Beberapa warga Khan Younis yang selama ini berlindung di Rafah mulai kembali ke lingkungannya setelah pasukan Israel pergi.
“Tampaknya pada akhirnya ini akan menjadi Idul Fitri yang membahagiakan,” kata Imad Joudat, 55 tahun, yang tinggal bersama delapan anggota keluarganya di sebuah tenda di Rafah, merujuk pada hari raya Idul Fitri yang dimulai pertengahan minggu ini.
“Pendudukan menarik pasukan dari Khan Younis, Amerika memberikan tekanan setelah beberapa orang asing terbunuh dan Mesir mengadakan perundingan besar-besaran dengan Amerika, Israel, Hamas dan Qatar. Kali ini kami penuh harapan,” kata Joudat kepada Reuters melalui aplikasi obrolan.
Israel mendapat tekanan yang semakin besar dari Amerika Serikat, dimana Presiden Joe Biden menuntut agar Israel memperbaiki kondisi kemanusiaan di Gaza dan mengupayakan gencatan senjata, dan mengatakan bahwa dukungan AS dapat bergantung pada hal tersebut.
Ini terutama setelah pembunuhan tujuh relawan badan amal asal Amerika Serikat World Central Kitchen pada pekan lalu.
Ini adalah pertama kalinya Biden, seorang pendukung setia Israel, berupaya memanfaatkan dukungan AS untuk mempengaruhi perilaku militer Israel. AS adalah pemasok utama senjata ke Israel
Tidak jelas apakah laporan penarikan tersebut akan menunda serangan yang sudah lama terancam ke Kota Rafah di Gaza selatan, yang menurut para pemimpin Israel diperlukan untuk melenyapkan Hamas.
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, berusaha menekankan bahwa operasi di Rafah akan dilakukan, tanpa memberikan rinciannya.
“Pasukan keluar dan bersiap untuk misi berikutnya, kami melihat contoh misi tersebut dalam operasi al-Shifa, dan juga misi mereka yang akan datang di wilayah Rafah,” kata Gallant dalam pertemuan dengan para pejabat militer, menurut sebuah pernyataan.
Israel telah mengurangi jumlah tentara di Gaza sejak awal tahun ini untuk mengurangi jumlah pasukan cadangan.
Sementara itu, Imran Khan dari Al Jazeera mengatakan klaim penarikan Israel bisa menjadi “strategi baru”.
“Kami diberitahu bahwa mereka tidak memerlukan jumlah pasukan sebanyak itu untuk menerapkan strategi baru ini,” kata Khan, yang melaporkan dari wilayah pendudukan Yerusalem Timur.
“Tetapi jika Anda mendengarkan analis militer Israel, Anda akan mendapatkan pandangan yang sedikit berbeda. Apa yang kami dengar adalah bahwa ini bisa jadi merupakan pengerahan kembali pasukan untuk bersiap melakukan serangan darat ke Rafah,” kata Khan, sambil menekankan bahwa Amerika Serikat “mati-matian” menentang rencana tersebut.
Gedung Putih, mengomentari penarikan sebagian pasukan, mengatakan hal itu mungkin menjadi kesempatan bagi pasukan untuk “beristirahat dan memulihkan diri”.
“Mereka sudah berada di lapangan selama empat bulan, kabar yang kami terima adalah mereka lelah, mereka perlu istirahat,” kata Juru Bicara Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby.