TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. pada Kamis, 28 Maret 2024, memastikan Filipina akan menerapkan tindakan balasan yang proporsional dan masuk akal terhadap serangan yang dilakukan oleh penjaga pantai dan milisi maritim Cina di Laut Cina Selatan. Serangan tersebut ia gambarkan sebagai “ilegal, koersif, agresif, dan berbahaya”.
“Kami tidak ingin berkonflik dengan negara mana pun, terlebih lagi dengan negara-negara yang mengaku dan tampil sebagai teman kami, namun kami tidak akan dibuat diam, tunduk, atau patuh,” kata Marcos Jr. di media sosial Facebook, tanpa memerinci tindakan balasan apa saja yang akan dia lakukan.
Dalam beberapa waktu terakhir, Manila dan Beijing bentro berulang kali di Laut Cina Selatan. Filipina mengatakan penjaga pantai Cina beserta kapal-kapal penangkap ikan yang bersekutu telah melancarkan agresi di sekitar wilayah sengketa Laut Cina Selatan.
Penjaga pantai Filipina dalam sebuah pernyataan terpisah menyatakan insiden terbaru terjadi pekan lalu, ketika Cina meluncurkan meriam air untuk mengganggu misi pasokan Filipina ke Beting Thomas Kedua. Sebuah kapal penjaga pantai Filipina “dihalangi” dan “dikepung” oleh kapal penjaga pantai dan dua kapal milisi maritim, ketiganya milik Cina. Akibatnya, kapal penjaga pantai Filipina “terisolasi” dari kapal pasokan.
Beting Thomas Kedua, atau dikenal juga sebagai Beting Ayungin, adalah rumah bagi sejumlah kecil tentara Filipina yang ditempatkan di kapal perang yang didaratkan Manila pada 1999 untuk memperkuat klaim kedaulatan negara tersebut.
Cina mengklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan, termasuk Beting Thomas Kedua, yang berada dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Filipina sepanjang 200 mil atau 320 km. Cina menuding Filipina melanggar batas wilayahnya dan telah mengerahkan kapal untuk berpatroli di atol yang disengketakan tersebut.
Selain Filipina, wilayah yang diklaim Cina juga bertumpang-tindih dengan ZEE sejumlah negara ASEAN lainnya seperti Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Pengadilan Arbitrase Permanen pada 2016 mengatakan klaim Beijing atas Laut Cina Selatan tidak memiliki dasar hukum.
Cina memperingatkan Filipina pada Senin, 25 Maret 2024, agar berhati-hati dalam berperilaku dan mengupayakan dialog. Beijing pun mengatakan hubungan Cina-Filipina berada di “persimpangan jalan” karena konfrontasi maritim memperburuk ketegangan. Sedangkan Presiden Marcos Jr. mengaku sudah bertemu para pejabat pertahanan dan keamanannya dan telah berkomunikasi dengan “teman-teman di komunitas internasional” perihal ini.
“Mereka telah menawarkan bantuan kepada kami mengenai apa yang dibutuhkan Filipina untuk melindungi dan mengamankan kedaulatan, hak kedaulatan, dan yurisdiksi kami sekaligus memastikan perdamaian dan stabilitas di Indo-Pasifik,” katanya.
Seiring dengan memburuknya hubungan dengan Cina, Marcos Jr. berupaya memperdalam hubungan pertahanan dengan rival Beijing, Amerika Serikat. Dia telah meningkatkan akses Amerika Serikat ke pangkalan militer Filipina dan memperluas latihan gabungan hingga mencakup patroli laut dan udara di Laut Cina Selatan, yang membuat Beijing kesal.
Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin pada Rabu, 27 Maret 2024, menegaskan kembali komitmen Washington terhadap perjanjian pertahanan bersama tahun 1951 dengan Filipina. Austin juga mengkritik tindakan Cina di Beting Thomas Kedua sebagai tindakan yang “berbahaya”.
Berbicara di telepon pada Rabu lalu dengan rekan sesama menteri pertahanannya di Filipina, Gilberto Teodoro, ia “menegaskan kembali komitmen kuat Amerika Serikat terhadap Filipina” yang dikatakannya sedang melakukan misi pasokan yang sah di Laut Cina Selatan. Perjanjian Filipina-Amerika Serikat mengikat kedua negara untuk saling membela jika diserang dan mencakup kapal penjaga pantai, sipil dan militer di Laut Cina Selatan.
REUTERS
Pilihan editor: Top 3 Dunia; Donald Trump Optimis Bisa Menangkan Pemilu Presiden
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini