TEMPO.CO, Jakarta -Junta Myanmar masih berencana mengadakan pemilu jika ada perdamaian dan stabilitas di negara itu, kata ketua junta Min Aung Hlaing. Namun, dia mengatakan ada kemungkinan pemilu Myanmar berikutnya tidak dapat diselenggarakan secara nasional.
Ketua Dewan Administrasi Negara Myanmar sekaligus Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar tersebut menyatakan hal itu dalam sebuah wawancara dengan kantor berita TASS, yang terbit pada Senin, 25 Maret 2024.
Min Aung Hlaing mengatakan militer yang telah berkuasa sejak kudeta tiga tahun lalu itu masih berencana mengembalikan negara itu kepada pemerintahan demokratis.
“Jika negara ini damai dan stabil, kami memiliki rencana untuk menyelenggarakan pemilu di wilayah terkait sebanyak yang kami bisa meskipun pemilu tersebut tidak diadakan secara nasional berdasarkan undang-undang,” katanya, seperti dikutip dari media pemerintah Myanmar.
Myanmar dilanda kekacauan sejak junta militer melancarkan kudeta pada Februari 2021. Junta merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi.
Kemarahan atas tindakan keras militer pun memicu gerakan perlawanan dan intensifikasi pertempuran dengan kelompok pemberontak etnis minoritas.
Aliansi kelompok pro-demokrasi telah melancarkan serangan terkoordinasi sejak Oktober 2023 terhadap pos-pos militer junta di negara bagian Shan yang berbatasan dengan Cina, juga di Rakhine bagian barat.
Militer telah menghantam balik para milisi etnis minoritas di bagian utara dan timur. Mereka dituduh melakukan kekejaman sistematis oleh para penentangnya, namun membantah hal tersebut.
Junta telah berulang kali memperpanjang keadaan darurat di Myanmar setiap enam bulan, dengan alasan perlunya menstabilkan negara dan menghancurkan lawan-lawannya, yang digambarkan sebagai teroris.
Mereka telah mengerahkan artileri berat dan jet tempur untuk mencoba menekan milisi yang bersekutu dengan pemerintah bayangan dan pemberontak etnis minoritas. Imbasnya, lebih dari 2,3 juta orang mengungsi sejak kerusuhan pasca kudeta, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Para pengkritik junta dan negara-negara Barat mengatakan pemilu di Myanmar akan sia-sia. Lebih dari 40 partai telah dibubarkan sejak kudeta, dan peraturan yang berlaku menyulitkan partai baru untuk membentuk atau menantang proksi militer.
Pilihan Editor: Komisi Tinggi HAM PBB: Akses Junta Myanmar terhadap Senjata dan Uang Harus Diputus
REUTERS