TEMPO.CO, Jakarta - Mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump sesumbar tidak akan ada pemilu lagi di negaranya jika ia tidak menang pada pemilu presiden pada 5 November 2024 mendatang. Dalam pemilu nanti, Trump akan kembali berduel dengan rivalnya dari Partai Demokrat, Presiden Joe Biden, setelah kalah darinya pada pemilu presiden 2020.
Trump sedang berpidato di depan para pendukungnya di Ohio pada Sabtu, 16 Maret 2024 ketika melontarkan komentar tersebut. Ia juga mengklaim kekalahannya dari Biden dalam pilpres 2020 adalah akibat dari kecurangan pemilu.
“Jika kita tidak memenangkan pemilu kali ini, saya rasa tidak akan ada pemilu lagi di negara ini,” katanya.
Mantan presiden itu didakwa oleh pengadilan di Georgia atas percobaan membatalkan hasil pemilu 2020. Dalam kasus yang masih berlangsung itu, jaksa menuduh dia dan 18 terdakwa lainnya telah secara sadar dan sengaja bergabung dalam konspirasi untuk secara tidak sah mengubah hasil pemilu presiden Amerika Serikat 2020 di Georgia.
Pekan ini, Trump memenangkan suara delegasi dalam jumlah yang cukup banyak untuk meraih nominasi Partai Republik. Hal ini memungkinkan pertarungan ulang dengan Biden, yang juga mendapat dukungan yang cukup dari partainya untuk tampil dalam pemungutan suara.
Menurut sebuah jajak pendapat Reuters/Ipsos yang terbit pada Kamis lalu, Biden hanya unggul tipis sebanyak satu poin persentase atas Trump menjelang pemilu presiden.
Membuka pidatonya di kota Dayton, Ohio, Trump memberi penghormatan kepada para pendukungnya yang saat ini dipenjara karena menyerbu Gedung Kapitol pada 6 Januari 2021. Saat itu, mereka berupaya mencegah sesi gabungan Kongres yang akan menegaskan kemenangan Biden dalam pemilu presiden 2020.
Lebih dari 2 ribu orang memasuki gedung tersebut, dan banyak yang dilaporkan melakukan perusakan dan penjarahan. Trump memberi hormat dan menyebut mereka “patriot” dan “sandera”.
Di tengah-tengah pidatonya tentang penerapan tarif pada mobil impor dan persaingan asing dalam industri otomotif Amerika Serikat, Trump menyatakan: “Jika saya tidak terpilih, ini akan menjadi pertumpahan darah bagi seluruh negeri.”
Ketika ditanya maksudnya, tim kampanye Trump menunjuk pada sebuah unggahan di platform media sosial X yang ditulis oleh seorang jurnalis New York Times, yang mengatakan komentar “pertumpahan darah” Trump muncul di tengah diskusi mengenai industri otomotif dan perekonomian Amerika Serikat.
Saat dimintai tanggapan atas komentar tersebut, juru bicara kampanye Biden, James Singer, mengutuk “ekstremisme” Trump, "kehausannya akan balas dendam", dan “ancaman kekerasan politik”.
Trump mencoba menggaet suara pemilih minoritas dengan mengutip tema utama kampanyenya, yaitu terlalu banyak imigran ilegal yang melintasi perbatasan Amerika Serikat-Meksiko sejak Biden menjabat.
“Tidak ada yang lebih dirugikan oleh invasi migran Joe Biden selain komunitas besar Afrika-Amerika dan Hispanik,” kata Trump, tanpa memberi bukti apa pun bahwa imigran gelap mengambil pekerjaan warga Amerika Serikat.
Trump akhir-akhir ini telah mempersempit kesenjangan dengan Biden dalam jajak pendapat dengan pemilih non-kulit putih, yang merupakan bagian inti dari koalisi kemenangan Biden ketika ia mengalahkan Trump pada 2020.
REUTERS
Pilihan editor: Australia Sebut ASEAN Hadapi Destabilisasi di Kawasan
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini