TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok-kelompok bersenjata Haiti telah mendominasi berita utama dunia dalam beberapa minggu terakhir, ketika orang-orang bersenjata menyerang kantor polisi, penjara, dan institusi lain di ibu kota Port-au-Prince, yang secara efektif melumpuhkan kota.
Namun, kekerasan geng-geng ini telah lama mengguncang kehidupan sehari-hari dan politik di Haiti, menjerumuskan negara ini ke dalam krisis yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Tetapi siapakah sebenarnya geng-geng bersenjata Haiti ini? Bagaimana mereka bekerja, apa yang mereka inginkan? Dan pada akhirnya bagaimana negara tersebut dapat – dan harus – menangani mereka? Berikut beberapa hal yang perlu diketahui.
Siapa gerombolan bersenjata di Haiti?
Dipercaya ada sekitar 200 geng bersenjata yang beroperasi di Haiti, sekitar setengahnya berada di Port-au-Prince. Di ibu kota, ada dua koalisi geng utama.
Yang pertama - aliansi G9 Family and Allies, atau G9 - dipimpin oleh Jimmy Cherizier yang dijuluki Barbecue, seorang mantan perwira polisi Haiti yang berada di bawah sanksi PBB dan Amerika Serikat atas keterlibatannya dalam kekerasan di Haiti.
Yang kedua adalah GPep, dipimpin oleh Gabriel Jean-Pierre, yang juga dikenal sebagai Ti Gabriel. Ia menjadi pemimpin sebuah geng yang disebut Nan Brooklyn sebelum terbentuknya G-Pep, yang bermarkas di distrik kumuh Cite Soleil, Port-au-Prince.
G9 dan GPep telah menjadi saingan selama bertahun-tahun, berperang untuk menguasai wilayah-wilayah di Port-au-Prince. Kedua kelompok ini dituduh melakukan pembunuhan massal dan kekerasan seksual di daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan mereka, serta di distrik-distrik yang ingin mereka ambil alih.
Namun Cherizier mengatakan bahwa kedua kelompok tersebut telah mencapai kesepakatan akhir tahun lalu - yang dijuluki "viv ansanm" atau "hidup bersama" dalam bahasa Kreol Haiti - untuk bekerja sama dan menggulingkan Henry, sang perdana menteri.
"Kami tidak yakin berapa lama dinamika ini akan berlangsung," kata Mariano de Alba, penasihat senior di International Crisis Group. "Tetapi mereka membentuk aliansi bersama pada September 2023, pada dasarnya mencoba menanggapi kemungkinan bahwa misi keamanan multinasional akan dikerahkan ke Haiti, dan mereka ingin mencegahnya."