Dilarang Masuk AS karena Dugaan Pelanggaran HAM
Pemerintah Amerika Serikat pernah melarang Prabowo dan Modi memasuki negaranya – masing-masing di tahun yang berbeda – sebelum kemudian memberikan kembali visa masuk bagi mereka.
Prabowo dilarang masuk Amerika karena dugaan pelanggaran HAM saat ia menjabat Komandan Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Departemen Luar Negeri AS tidak mengeluarkan visa untuk Prabowo yang berniat mengunjungi Boston untuk hadir di acara wisuda anaknya, Didit Hediprasetyo, pada 2000 silam.
Namun larangan tersebut dicabut di bawah pemerintahan mantan Presiden Donald Trump, tatkala Prabowo menjabat Menteri Pertahanan. Prabowo melakukan perjalanan dinas sebagai Menteri Pertahanan ke Amerika Serikat pada 14 – 19 Oktober 2020, atas undangan Menteri Pertahanan AS Mark T. Esper.
Sementara, Modi ditolak visanya oleh AS pada 2005, berdasarkan ketentuan undang-undang yang melarang masuknya orang asing yang telah melakukan “pelanggaran berat terhadap kebebasan beragama”.
Perdana menteri itu dituduh memiliki andil dalam kerusuhan agama di negara bagian asalnya, Gujarat, pada 2002 yang menewaskan lebih dari seribu orang, sebagian besar muslim.
Larangan masuk Modi ke Amerika dicabut di bawah pemerintahan mantan Presiden Barack Obama setelah partainya, Partai Bharatiya Janata (BJP), memenangkan pemilu 2014. Obama langsung menelepon Modi untuk menyampaikan ucapan selamat dan mengundang dia ke Gedung Putih.
Departemen Luar Negeri AS memberi kepada Modi visa A-1, yang diperuntukkan bagi pemimpin negara dan disertai dengan kekebalan diplomatik.
Daya Tarik Prabowo dan Modi di Mata Rakyat
Prabowo dinilai memiliki daya tarik bagi masyarakat Indonesia yang sebagian besar berasal dari latar belakang pendidikan rendah, kondisi ekonomi miskin dan sibuk hanya untuk bertahan hidup, seperti dikatakan wartawan senior Bambang Harymurti di diskusi publik FPCI Global Town Hall pada 12 Februari 2024.
Bambang mengatakan beberapa masyarakat Indonesia masih percaya akan sosok Ratu Adil dari mitologi Jawa, yaitu pemimpin yang akan menjadi penyelamat, pembawa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Oleh karena itu, ada keinginan untuk dipimpin olah sosok yang kuat karena sudah terlalu banyak bekerja untuk sekadar bertahan hidup sehari-hari.
Menurutnya, hal itu bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi di negara-negara yang masyarakatnya masih sangat tradisional dan terlalu sibuk berusaha bertahan hidup, sehingga mengharapkan pemimpin kuat yang bisa menyelesaikan semua masalah.
“Dan menurut saya dengan cara ini, Jenderal Prabowo menarik perhatian mayoritas masyarakat Indonesia,” ujarnya dalam diskusi bertema pemilu di Indonesia, Amerika Serikat dan India itu.
Gurjit Singh, diplomat yang pernah bertugas sebagai Duta Besar India untuk Indonesia dan Timor Leste, menilai Modi menjalankan sistem “presidensialisasi” perdana menteri.
Berbicara di diskusi yang sama, Gurjit mengatakan Modi selalu melakukan perombakan sekitar 40 persen anggota parlemen untuk menghadirkan wajah-wajah baru.
“Jadi ada politisasi partai untuk menarik lebih banyak orang dan mereka semua berhutang budi padanya,” kata dia. “Mereka semua terikat padanya. Jadi, ya, itu berujung pada apa yang kami sebut sebagai kultus individu.”
Pilihan Editor: Anies - Muhaimin Raih Suara Terbanyak di Negara-negara Timur Tengah
NABIILA AZZAHRA