TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Valerie Julliand, melakukan kunjungan kerja ke Nusa Tenggara Barat pada 30 – 31 Januari 2024 untuk melihat hasil program bersama dengan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB dalam mendukung Usaha Kecil dan Menengah (UKM), yang dinamai Accelerating SDGs Investment in Indonesia (ASSIST). Dalam kunjungan itu, Perwakilan PBB di Indonesia memeriksa apakah ASSIST bisa menyokong lebih dari seribu wirausaha, termasuk UKM dan perusahaan perintis yang dipimpin perempuan dan anak muda.
Perwakilan PBB di Indonesia dalam rilisnya pada Kamis, 1 Februari 2024, menjelaskan ASSIST tidak hanya memberikan dukungan teknis dan peningkatan kapasitas bagi wirausaha, tetapi juga membuka akses lebih luas terhadap peluang pembiayaan yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs).
SDGs merupakan 17 butir tujuan global yang dicanangkan bersama negara-negara melalui resolusi PBB yang diterbitkan pada Oktober 2015 sebagai ambisi pembangunan bersama hingga 2030. Selain itu, kegiatan yang mendukung usaha lokal untuk memasuki pasar yang lebih luas juga menjadi kunci pertumbuhan UMKM dan start-up.
ASSIST didanai oleh Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Joint SDG Fund, yakni sebuah mekanisme pendanaan PBB dari berbagai mitra untuk mendukung progam-program SDGs. Joint SDG Fund telah mendanai 230 program gabungan di seluruh dunia.
Menurut Perwakilan PBB di Indonesia, dibutuhkan dana sebesar US$8,7 triliun (Rp136 kuadriliun) untuk mencapai target SDGs di Indonesia pada 2030. Sementara program ASSIST yang dimulai pada 2021 tersebut telah memanfaatkan dana US$3 miliar (Rp46,9 triliun) untuk vaksinasi, beasiswa, dan ekonomi lokal di NTB.
Badan-badan PBB yang terlibat dalam program dan hadir saat kunjungan lapangan adalah UNDP, UNIDO, UNEP, dan UNICEF. Salah satu penerima dana dari Joint SDG Fund adalah UD Sasak Tani, yakni UKM di sektor pertanian yang juga bergerak di sektor pendidikan dengan menyisipkan topik pertanian berkelanjutan di kurikulum Merdeka Belajar.
Selain itu, empat perusahaan di NTB merupakan alumni dari program Blue Finance Accelerator (BFA) hasil kolaborasi UNDP, Asian Development Bank (ADB), dan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenkomarves). Perusahaan Conplas, Karya Pesisir, Lamops dan Oganic berhasil menjalin kemitraan satu sama lain dan memperluas operasi mereka ke Lombok.
Lamops, perusahaan perintis yang fokus pada daur ulang limbah mutiara, bermitra dengan tiga peternakan mutiara dan berhasil mengurangi 1 ton limbah mutiara di provinsi NTB dan merekrut 10 persen orang sebagai perajin dari 100 orang yang mengikuti lokakarya mereka.
Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi NTB Ibnu Salim, mewakili Plt. Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi mengatakan ASSIST menawarkan manfaat sosial dan ekonomi yang sangat besar bagi Provinsi NTB, dan pihaknya berharap kolaborasi ini terus berlanjut.
Pilihan editor: PBB: Tidak Ada Organisasi yang Bisa Gantikan UNRWA
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini