TEMPO.CO, Jakarta - Korban warga Palestina yang terbunuh dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober telah melewati angka 25.000, kata pejabat kesehatan daerah kantong tersebut, Minggu, 21 Januari 2024, di tengah-tengah serangan hebat Israel dan pertempuran jalanan yang membara di seluruh Jalur Gaza yang dikuasai Hamas.
Pasukan Israel dan pejuang Hamas bentrok di beberapa lokasi, dari Jabalia di utara hingga Khan Younis yang lebih jauh ke selatan.
Kementerian kesehatan Gaza mengatakan 178 warga Palestina tewas dalam 24 jam terakhir, salah satu dari hari paling mematikan sejak perang. Militer Israel mengatakan seorang tentara tewas dalam pertempuran.
Sebanyak 25.105 warga Palestina telah tewas dan 62.681 lainnya terluka dalam serangan Israel sejak 7 Oktober, kata Kementerian Gaza dalam sebuah pernyataan. Laporan tersebut tidak membedakan antara kematian warga sipil dan militan, namun menyatakan sebagian besar korban tewas adalah warga sipil.
Israel melancarkan kampanyenya untuk melenyapkan Hamas setelah kelompok Islam tersebut menyerbu Israel pada 7 Oktober dan mengamuk di kota-kota dan pangkalan-pangkalan di wilayah selatan, menewaskan 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan menyeret 253 sandera kembali ke daerah kantong tersebut.
Pasukan Israel mengatakan mereka telah membersihkan sebagian besar wilayah utara Gaza dari jaringan militer Hamas dan lebih dari satu juta penduduk wilayah tersebut telah pindah ke selatan untuk menghindari pengeboman. Namun pertempuran terus berlanjut di kamp pengungsi Jabalia dan daerah lain di sekitar Kota Gaza.
Warga Palestina yang masih berada di wilayah tersebut menggambarkan kondisi yang mengerikan.
“Kami berjuang untuk bertahan hidup dari bom, tapi sejujurnya kami berusaha untuk lebih bertahan dari kelaparan. Mencari makanan untuk keluarga, untuk anak-anak, telah menjadi petualangan yang lebih menantang daripada bertahan dari perang,” Amer, 32, ayah dari tiga anak yang tinggal di Gaza utara , mengatakan kepada Reuters. Dia mengirim pesan melalui kartu eSIM, satu-satunya alat warga Gaza untuk terhubung dengan dunia luar di tengah gangguan komunikasi yang terjadi selama sembilan hari.
Harga tepung, misalnya, melonjak seiring dengan melonjaknya bahan pangan lain yang sulit didapat di wilayah yang sudah miskin.
“Di tengah kelaparan yang mengancam warga Gaza utara, masyarakat mulai menggiling apa yang tersedia untuk membuat tepung, mulai dari jagung hingga makanan hewani,” Anas Al-Sharif, seorang jurnalis lepas Palestina yang melaporkan dari Gaza utara, memposting di X.