TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengampunan Malaysia, yang dipimpin oleh raja, akan segera menentukan apakah akan memberikan pengampunan kerajaan kepada mantan perdana menteri Najib Razak atas hukuman 12 tahun penjara. Hukuman ini terkait dengan skandal mega-korupsi 1Malaysia Development Bhd (1MDB).
Jika Najib memperoleh amnesti, hal ini dapat menimbulkan konsekuensi politik bagi pemerintahan Perdana Menteri Anwar Ibrahim dan monarki negara tersebut.
Permohonan Najib untuk mendapatkan pengampunan kerajaan pertama kali diajukan ke hadapan Dewan Pengampunan dalam sebuah pertemuan pada Desember 2023. Namun masalah tersebut ditunda hingga sidang bulan ini, yang sekarang dijadwalkan pada minggu ketiga Januari dan kemungkinan besar akan diambil keputusannya.
Badan beranggotakan enam orang tersebut telah memutuskan pada pertemuan tersebut – yang dihadiri oleh Yang Dipertuan Agong Raja Al-Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah dan juga oleh Anwar – bahwa diperlukan lebih banyak waktu untuk membahas masalah ini, menurut pejabat senior pemerintah. yang berbicara kepada CNA dengan syarat anonimitas.
Pertemuan penting bulan ini akan menjadi salah satu tugas resmi terakhir Sultan Abdullah Ri'ayatuddin sebelum ia turun tahta pada 31 Januari dan menyerahkan peran raja kepada penguasa Johor Sultan Ibrahim Sultan Iskandar. Ini berdasarkan sistem rotasi unik negara tersebut untuk sembilan negara kerajaannya.
Malaysia adalah negara monarki konstitusional, yang memberikan keputusan akhir kepada raja mengenai pengampunan bagi para penjahat yang dihukum, sistem serupa juga berlaku di negara tetangga Thailand.
Ketika dihubungi CNA, pengacara Shafee Abdullah, yang memimpin tim pembela Najib, menolak berkomentar dengan alasan dia tidak ingin mempersulit proses pengampunan.
Namun anggota senior lain dari lingkaran dalam Najib mengatakan kepada CNA bahwa mereka merasakan “getaran positif” dari Dewan Pengampunan dalam mempertimbangkan petisi tersebut jika petisi tersebut diajukan dalam pertemuan mendatang.
Grasi kerajaan terakhir kali diberikan pada pertengahan Mei 2018 ketika raja saat itu, Sultan Muhamad V dari keluarga kerajaan Kelantan, memberikan pengampunan penuh kepada Anwar yang saat itu sedang menjalani hukuman penjara lima tahun pada tahun 2015 atas dugaan pelanggaran seksual.
Tuduhan yang diyakini banyak warga Malaysia sebagai bagian dari konspirasi tingkat tinggi untuk menjauhkannya dari politik nasional. Anwar sebelumnya telah mengajukan dua petisi terpisah untuk pengampunan kerajaan, pada 2015 dan 2017, dan keduanya ditolak oleh Dewan Pengampunan.