TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pria yang bekerja untuk intelijen Belanda pada 2005 menyabotase fasilitas nuklir Iran tanpa sepengetahuan pemerintah Belanda, sebuah laporan media Belanda mengatakan pada Senin. Operasi itu disebut dilakukan bersama oleh Amerika Serikat dan Israel.
Erik van Sabben, warga negara Belanda, direkrut pada 2005 oleh Badan Intelijen dan Keamanan Umum (AIVD), ungkap harian Volkskrant berdasarkan investigasi selama dua tahun terakhir.
Van Sabben, yang istrinya adalah orang Iran, menyusup ke fasilitas nuklir di Kota Natanz pada 2007 dan memasang spyware Stuxnet. Ini bertujuan untuk memperpendek umur mesin sentrifugal dan membuatnya tidak dapat digunakan dalam jangka panjang.
Virus canggih ini, dengan biaya pengembangan yang dilaporkan melebihi US$1 miliar, mendatangkan malapetaka dengan merusak sebagian besar alat sentrifugal pengayaan. Kerusakan yang diakibatkan oleh operasi sabotase memberikan pukulan telak terhadap program nuklir Iran.
Dia bekerja sebagai insinyur di sebuah perusahaan transportasi di Dubai pada saat itu dan kembali ke sana setelah misinya di Iran. Dia meninggal dalam kecelakaan sepeda motor pada 2009, meski dilaporkan tidak terdapat dugaan pembunuhan dalam kematiannya.
Van Sabben yang saat itu berusia 36 tahun, "digunakan" oleh AS dan Israel, dan politikus Belanda tidak diberitahu mengenai situasi tersebut, kata laporan itu.
Hanya sekelompok pemimpin partai politik yang mengetahui operasi tersebut, namun pemerintahan koalisi yang dipimpin oleh Perdana Menteri Jan Peter Balkenende tidak diberitahu, tambahnya.
Beberapa tahun lalu, Volkskrant mengungkapkan bahwa badan intelijen Belanda AIVD dan MIVD telah merekrut penyusup dalam operasi sabotase ini. Namun pada saat itu, diyakini bahwa ia adalah seorang insinyur Iran.
Sementara itu, surat kabar tersebut terus menyelidiki masalah tersebut dan berbicara kepada puluhan orang yang terlibat, termasuk 19 pegawai AIVD dan MIVD.
Tidak ada seorang pun di Belanda yang mengetahui bahwa senjata siber jenis baru ini digunakan dalam operasi tersebut, tulis Volkskrant. Menurut jurnalis investigasi, badan intelijen mengetahui bahwa mereka berpartisipasi dalam sabotase program nuklir Iran namun tidak mengetahui bahwa agen mereka membawa Stuxnet.
“Amerika memanfaatkan kami,” kata salah satu sumber intelijen kepada Volkskrant.
Yang mengejutkan, Kabinet Balkenede IV rupanya tidak diberitahu sama sekali mengenai operasi tersebut. Menurut surat kabar tersebut, komite Stiekem, yang diterjemahkan menjadi “komite rahasia,” yang merupakan tempat partai politik terbesar mendapat informasi tentang tindakan badan intelijen, juga tidak tahu apa-apa tentang keterlibatan Belanda dalam operasi ini.
Beberapa anggota parlemen Belanda meminta klarifikasi mengenai operasi tersebut, termasuk mengapa pemerintah dan parlemen tidak mengetahuinya. Badan intelijen mengatakan kepada surat kabar tersebut bahwa mereka tidak dapat memberikan komentar secara substansial mengenai publikasi tersebut.
Seorang eksekutif AIVD yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa pemerintah mungkin sengaja tidak diberitahu tentang operasi tersebut karena potensi konsekuensi politiknya. Sudah menjadi kebiasaan untuk “menyapu bersih pintu rumah Perdana Menteri,” kata mereka.
Pilihan Editor: Iran Tingkatkan Pengayaan Nuklir ke 60 Persen Karena Insiden Natanz
ANADOLU | NL TIMES